Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 161



Bab 161 + 15 BONUS Selena menggelengkan kepala sembari terus memohon, “Hanhan, aku....

Satu tangan Harvey menggendong anak, dan satu tangannya lagi menyeka air mata Selena sembari berkata dengan dingin, “Seli, kalau kamu mengatakan hal baik

tentangnya lagi, aku akan kembali menembaknya, kamu mau coba melihatnya?” Selena segera diam, psikopat ini bisa melakukan apa saja.

Selena hanya bisa menangis dengan pasrah, lalu Harvey berkata dengan lembut, ” Setiap tetes air mata yang kamu keluarkan untuknya akan menjadi darahnya.” Selena merasa seperti ada batu besar yang mengganjal di hatinya. Ada ribuan kata- kata yang ingin dia utarakan, namun semuanya tidak bisa dia katakan.

Dia hanya bisa terus menggelengkan kepalanya, Harvey mengulurkan tangannya untuk menutup matanya. “Patuhlah, jangan lihat. Setelah hari ini kita bisa bersama

seperti dulu lagi.”

Jarren yang ditutup mulutnya mengumpat dan Yesa tiba—tiba muncul dan berkata, ” Bunuh saja aku, jangan bunuh Kak George, dia hanya ingin memperbaiki kondisi pulau ini. Dia orang baik, meski kami menculik putramu, kami nggak melukainya sama sekali. Bahkan memberinya susu.”

Pemuda ini juga pernah muncul dalam potret Selena, Harvey kemudian hanya berkata dengan singkat, “Pergi.”

Pemuda yang biasanya selalu mengikuti perkataan orang lain, kali ini malah tenang dan tak berkutik. “Kalau kamu benar—benar mencintai Kak Selena, seharusnya kamu nggak melukai temannya. Tindakanmu ini namanya bukan cinta, tapi melukainya.” Harvey menatap Yesa dengan tajam dan menyeringai seperti iblis.NôvelDrama.Org: owner of this content.

“Siapa yang bilang padamu kalau aku mencintainya? Aku makin senang melihatnya menderita. Kalau membunuh kalian bisa membuatnya menderita, rasanya

membuatku sangat puas.”

Yesa tidak mengerti, mengapa Harvey bisa berkata sekejam itu dengan mulutnya 141

yang kecil. Dengan aura dingin yang menyeruak dari Harvey, dia tetap berani membalasnya.

“Kalau kamu membencinya, kamu nggak akan menyelamatkannya dari bahaya. Peluru peluru itu melaju dengan cepat, seharusnya reaksi pertamamu membiarkannya mengatasi sendiri alih—alih memeluknya.”

Perkataan Yesa menusuk Harvey dengan tajam, Alex yang berada di sampingnya pun terkejut hingga membuka mulutnya.

Pemuda yang terlihat kurus ini ternyata cukup berani, bahkan dirinya saja tidak berani berkata begitu di hadapan Harvey.

“Mata nggak bisa berbohong kalau kamu begitu mencintainya, kalau nggak mencintainya kamu nggak akan merendahkan dirimu untuk datang menemui Kak Selena. Kalau nggak cinta, kamu nggak akan menatap Kak George dengan tatapan

kebencian. Aku yang anak kecil saja tahu kalau mencintai seseorang begitu dalam nggak akan melukainya, memangnya kamu nggak akan sedih kalau melukainya?

Harvey melepaskan Harvest dan perlahan—lahan melangkah menuju Yesa. Seketika

semua orang menjadi tegang dan mengkhawatirkan pemuda itu.

Makin Harvey mendekat, Yesa merasa gemetar dalam hatinya, tetapi dia tidak mundur.

Tubuh Harvey begitu tinggi dan lebih dari setengah badan pemuda ini, kekuatannya menekan Yesa dari segala sisi.

“Kamu sedang mengajariku?” Harvey mendengkus dingin, selanjutnya menodongkan pistol ke kepala Yesa.

“Boleh saja kalau kamu mau aku melepaskannya, tapi ganti dengan nyawamu.”

Lagi pula Harvey tidak begitu tertarik pada pemuda ini, sebaliknya menaruh perhatian padanya. Jangankan seorang pemuda, bahkan orang dewa saja tidak ada yang berani melawannya dan berkata terus terang seperti ini padanya.

Pemuda ini berkata demikian hanya untuk mengungkap keburukan sifat manusia saja.

Tidak lama lagi, pemuda ini akan menangis memohon agar dia dilepaskan.

Yesa berkata tanpa ragu, “Baiklah, bunuh saja aku.”

Dia berkata tanpa ada keraguan sedikit pun.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.