Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 163



Bab 163

Setelah melewati Jarren dan Yesa, kedua anak ini menatap Selena dengan tatapan tak rela.

Selena tersenyum untuk menghiburnya.

George hanya terus menatap Selena yang menaiki helikopter tanpa mengatakan apa pun, dia tahu sekarang bukanlah kesempatan yang tepat.

Harvey tidak boleh mati di sini, dia tidak boleh menyebabkan masalah bagi pulau ini. Namun begitu meninggalkan pulau ini

Tatapan George memancarkan kekejaman, kebetulan Harvey menoleh karena merasakan sesuatu.

Keduanya saling menatap di udara, bagaikan singa jantan dan harimau ganas, pandangan mereka bertemu dan terpisah seketika.

Mereka mengerti bahwa hari ini bukanlah akhir dari segalanya.

Selena meninggalkan pulau itu tanpa sempat berpamitan, dia melihat rumah kayu kecil itu, pohon sakura yang besar, Nenek, Bibi Cian, dan para anak yang di depan pintu sedang menatap kepergiannya.

Dan burung hantu George yang tiba-tiba menghilang, sinar matahari hanya menangkap bayangannya, seperti serigala yang kesepian, perlahan—lahan menjauh

di hutan.

Selamat tinggal, pulau kecil.

Selena memejamkan matanya, sayang sekali dia tidak bisa menunggu bunga sakura itu mekar.

Selain itu, Harvey membawanya kembali dengan mencolok dan heboh seperti ini, pasti Selena akan ketahuan dan rencananya akan hancur.

“Kenapa? Nggak rela?” Suara Harvey menggema di telinganya.

Sekarang Selena sangat memperhatikan ucapannya, takutnya akan membuat

Harvey marah.

Dia menggelengkan kepalanya, seketika dia tidak tahu harus jawab apa.

Kalau berkata jujur, Harvey akan marah, tetapi kalau berbohong, Harvey pun akan langsung mengetahuinya.

Ketakutan Selena terhadap Harvey sudah mendarah daging, bahkan dia tidak tahu harus bilang apa.

Harvey yang juga menyadari hal ini pun langsung mendekatkan diri Selena, tetapi tubuh Selena refleks gemetar seperti seekor kucing yang ketakutan sambil menatapnya dengan penuh waspada.

Tiba—tiba Harvey meraih tangan Selena dan menariknya ke dalam pelukannya. Selena tidak berani melawan, hanya diam—diam bersandar di dadanya, mendengarkan detak jantungnya yang kuat dan berirama.

Tubuh Selena meringkuk, tidak bisa menebak pikiran Harvey, juga tidak bisa menebak bagaimana Harvey akan menyiksanya selanjutnya.

Helikopter mendarat di landasan pacu Kediaman Irwin, Selena tiba—tiba merasa takut tanpa alasan.

Bahkan ketika turun dari helikopter saja kakinya gemetaran, pandangan Harvey tertuju padanya yang gemetaran.

Selena sangat mirip dengan kucing liar di alam liar, dia sangat waspada terhadap manusia setelah mengalami perlakuan buruk dari manusia.

Setiap kali Harvey melihat Selena, mata Selena penuh dengan ketakutan.

Seperti sekarang, padahal Harvey hanya menatapnya sekilas tanpa melakukan apa pun, tetapi Selena sudah gemetar ketakutan.

Meskipun Selena kembali, dia menjadi lebih sensitif dan bahkan penakut daripada sebelumnya.

Dia akan memperhatikan ekspresi Harvey dengan hati—-hati dan juga tidak berani asal mengatakan pendapatnya.

Selena yang seperti ini membuat Harvey sangat kesal.

*15 BONUS

Selena menatap punggung Harvey, entah kenapa dia selalu merasa Harvey marah. Padahal dia tidak melakukan dan mengatakan apa pun, lantas kenapa Harvey marah?

Selena diam-—diam meraba pistol di dalam sakunya, berharap dia tidak akan pernah harus menggunakan pistol ini.

Saat masuk, Benita langsung menggendong Harvest dan membawanya main ke sisi lain, sedangkan Selena mengikuti Harvey naik ke atas.Property © 2024 N0(v)elDrama.Org.

Setelah kaki Selena masuk ke dalam pintu, selanjutnya pintu di belakangnya langsung terkunci.

Lampu kamar tidak dinyalakan dan tirai tertutup rapat, hanya ada sedikit cahaya yang tersisa. Selena melihat debu beterbangan di bawah sinar cahaya itu, juga

tenggorokan Harvey yang sedang bergerak. Wajah Harvey sepenuhnya tersembunyi dalam kegelapan, sehingga Selena tidak dapat melihat ekspresinya sedikit pun.

Sedangkan bibir dan leher Harvey terpapar sinar matahari. Dalam kegelapan, sebuah tangan menyentuh bibir Selena, jari-jari kasar itu memercikkan suhu.

Selena tidak tahu cara baru apa yang Harvey pikirkan untuk menyiksanya. Baru saja dia ingin berbicara, ujung jari panjang pria itu meluncur dari bibirnya sampai ke tulang selangka yang halus dan kecil.

Di dalam kegelapan, napas pria itu makin berat, Selena benar—benar tidak dapat mengerti pikirannya.

Baru saja Selena ingin bicara, pria itu tiba-tiba menoleh ke arahnya dan membungkuk ke arahnya. Wajah Harvey yang diterpa sinar mentari berkilat sejenak, dan dalam hitungan detik bibir pria itu sudah menempel di bibirnya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.