Bab 177
Bab 177
Ketika mengucapkan kata-kata ini, Selena teringat semua peristiwa menyedihkan yang dia alami dan dia menangis begitu menatap Harvey.
Dia tahu dia tidak bisa lagi bersikap keras terhadap Harvey, karena bagaimanapun juga mereka berdua sebelumnya adalah mantan suami istri, dia lebih memahami sifatnya daripada siapa pun, maka dari itu mengalah adalah pilihan terbaik.
Suaranya tenang, tidak ada keluhan dan pertanyaan, tetapi air matanya mengalir begitu deras.
Air mata memang bisa membuat orang merasa kesal, tetapi kalau digunakan dengan baik juga bisa jadi senjata yang ampuh. Sama seperti sekarang, Harvey merasa tenggorokannya sedikit kering dan rasa bersalah menyelimutinya. “Aku tahu.” Harvey menundukkan kepalanya dan tatapannya penuh dengan rasa kasihan.
Harvey memegang kedua bahu Selena dan membasahi bibirnya, kemudian berkata, ” Aku tahu banyak hal yang terjadi di antara kita di masa lalu, kita pun nggak bisa kembali ke masa lalu. Persoalan Lanny sudah selesai, tetaplah di sisiku dan kelak aku akan menjagamu dengan baik.”
Ini adalah kelonggaran terbesar yang dia berikan.
Selena terkekeh dalam hatinya, memangnya setelah disakiti oleh Harvey, Selena akan langsung memaafkannya hanya dengan kata bahwa dia akan menjaganya? Agar tidak mengacaukan rencananya, Selena pura—pura terluka dan perlahan bersandar dalam dekapan Harvey. Harvey menegang menghadapi pendekatannya yang seperti ini.
Setelah memakinya akan memasukkannya kembali ke air ketuban pagi tadi, wanita ini tiba—tiba berubah menjadi begitu lembut malam ini.
Dalam dua tahun, mereka lebih banyak mengalami situasi menegangkan daripada momen romantis seperti ini.
Dia bahkan menegangkan tubuhnya dan menunggu dengan tenang sampai Selena berbicara.
“Hanhan.”
Panggilan ini seperti seekor kucing sedang menggaruknya dan Harvey pun menjawabnya.
“Ayo kita diskusikan baik—baik.”
“Katakanlah.*
Selena melingkarkan kedua tangannya di pinggang Harvey, seperti dahulu saat sedang menggodanya. Kemudian, dia menceritakan kisah di pulau saat itu dengan suaranya yang lembut.
“Awalnya aku hanya ingin menyelamatkan Harvest, lalu aku jadi benar—benar jatuh cinta pada tempat itu. Di sana nggak ada orang yang melukaiku, setiap orang di pulau itu sangat baik dan aku benar—benar ingin membantu mereka.”
Dia mendongakkan kepalanya dengan hati-hati untuk melihat ekspresi Harvey,
setelah memastikan bahwa tidak ada ekspresi dingin di wajahnya, Selena baru lanjut berkata, “Jarren adalah anak yang sangat ceria, Yesa punya bakat seni yang tinggi, Nenek hanya memiliki satu set pakaian dalam dan dijadikan popok untuk
Harvest.”Nôvel(D)rama.Org's content.
“Kamu ingin aku melakukan apa?” Di luar dugaan, ternyata Harvey sangat mudah diajak diskusi. Wajah Selena berbinar—binar, lalu dia menjelaskan rencananya.
“Oke, aku paham.”
Selena menatap Harvey dengan penuh harapan sambil berkata, “Jadi kamu...”
“Aku bisa mengembangkan sebuah pulau kecil, tapi ada satu syarat.”
Di dalam mata Selena yang hitam ada bintang—bintang yang menyala.
“Katakanlah.”
Di depan jendela kaca yang bersih, seorang pria tampan dan tinggi sedikit membungkuk di dekat telinga Selena dan mengatakan setiap kata dengan jelas, ” Aku ingin kamu selalu di sisiku dan tidak boleh pergi.”
Tubuh Selena seketika tersentak.
Padahal orang yang mengajukan perceraian adalah dia, tetapi sekarang orang yang ingin Selena tetap tinggal juga dia.
Selena merasa tidak mengerti Harvey sama sekali.
Dengan memikirkan bahwa dia hanya memiliki beberapa bulan tersisa, dia dengan tegas mengangguk.
“Baiklah.”
Kehidupannya hanya berlangsung beberapa bulan.
Entah apakah karena Selena menjawab terlalu cepat, sehingga malah membuat Harvey merasa cemas.
Tadinya dia ingin bertanya beberapa pertanyaan lagi, tetapi takutnya akan kembali ke topik tadi pagi hingga membuat mereka berdua saling tidak nyaman.
Dia mengencangkan genggamannya di pinggang Selena dan berkata, “Kalau kamu berani pergi lagi, aku akan membakar pulau itu. Kamu tahu aku tidak bercanda.”
Tubuhnya panas, tetapi suaranya sangat dingin.
Selena menarik kain di pinggang Harvey dengan tenang dan berkata, “Hanhan aku masih punya permintaan lain.”