Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 182



Bab 182

Harvey masuk dan melihat ekspresi Selena yang pucat dan tampak sakit.

Melihat tangannya yang sedikit gemetar, Harvey perlahan berjalan ke arah Selena. “Kamu sedang lihat apa?”

Selena tidak menyembunyikan apa pun. Harvey melihat insiden kecelakaan yang mengerikan itu. Insiden itu penuh dengan darah, makanya sangat wajar apabila Selena tampak begitu pucat. “Memangnya video ini menarik?” pikir Harvey. Dia mengira Selena tidak sengaja menonton video ini dan hendak mematikannya, ternyata ini bukanlah kecelakaan yang baru-baru ini terjadi.

Selena mematikan ponselnya dan bertanya, “Apakah kamu ada di tempat ketika ayahku mengalami kecelakaan?”

Harvey tidak tahu ternyata ini adalah alasan Selena ingin membunuh Harvest pada saat itu. Saat Selena tiba—tiba mengungkit perihal ini, dia menundukkan kepala dan menatapnya sambil berkata, “Ya.”

“Hari itu, aku seharusnya pergi ke kamar dagang, tetapi karena kecelakaan di jalan, aku mengambil rute lain. Aku nggak menyangka akan melihat kecelakaan mobil ayahmu.”

Seperti dugaan Selena, ternyata memang benar bahwa semua hal ini dikendalikan oleh dalang itu dan Selena hampir saja menjadi pisau pembunuh dalang itu.Property © of NôvelDrama.Org.

Kejadian menyangkut batu nisan membuat Harvey salah paham tentang dirinya sendiri, sementara kecelakaan membuat Selena salah paham terhadap Harvey.

Bagaimana mungkin hubungan Selena dan Harvey bisa sampai titik ini kalau bukan karena dipaksa dan dikendalikan oleh seseorang? Dalang itu benar—benar keji!

Melihat ekspresi Selena yang semakin masam, Harvey juga merasa ada yang tidak beres. “Kamu nggak berpikir bahwa aku yang merencanakan semuanya, “kan?”

Dia menarik kedua pundak Selena dengan raut wajah yang sangat serius, lalu berkata, “Selena, hentikan khayalanmu yang nggak logis. Kalau aku ingin membunuhnya, dia sudah mati sepuluh ribu kali.”

Harvey berkata dengan sinis, “Meski mau bertindak pun, aku nggak akan melibatkan orang nggak bersalah dan menggunakan nyawa seseorang untuk

menutupi kebenaran. Kalau memang mau, aku punya seratus bahkan seribu cara untuk membunuh tanpa meninggalkan jejak

Harvey belum selesai bicara, tetapi tiba—tiba Selena langsung memeluk pinggangnya dan berkata, “Aku percaya.”

Harvey mengangkat dagu Selena hingga kedua mata mereka saling bertatapan. Harvey menatap Selena dengan sinis seperti binatang yang sedang marah.

“Aku nggak tahu apa yang kamu pikirkan. Benar, perceraian kita memang nggak terhormat dan aku nggak memperlakukanmu dengan baik selama dua tahun terakhir. Aku bisa mengerti kalau kamu membenci atau menyalahkanku. Selena, aku juga tahu kalau kita nggak bisa kembali ke masa lalu.”

Harvey meraih tangan Selena dan berkata, “Meskipun terdapat dendam yang begitu mendalam di antara kita ataupun jalan kita dipenuhi oleh rintangan, aku nggak akan melepaskanmu. Aku juga nggak berniat untuk membiarkanmu pergi. Berkat perhatianmu ini, sebenci apa pun aku pada ayahmu, aku juga nggak ingin dia mati.”

Tangan Selena terasa sakit ketika diremas, pandangannya yang membara layaknya lilin membuat pipinya memanas dan jantungnya berdetak kencang.

Harvey mengungkapkan isi hatinya, “Karena aku tahu, kalau ayahmu mati maka hubungan kita juga akan berakhir, makanya aku nggak akan membiarkannya mati. Pada saat kecelakaan itu terjadi, aku yang pertama kali menelepon nomor darurat

120.”

Selena sangat terkejut karena dia tidak mengira bahwa Harvey akan melakukan hal

seperti ini.

Berbicara seputar ini, Harvey pun menghela napas panjang,

“Baik dulu maupun sekarang, aku nggak pernah berniat untuk membunuhnya. Jadi, buang jauh—jauh pemikiranmu itu, aku nggak akan dan nggak mau melakukan hal seperti itu.”

Kalau dahulu pasti Selena tidak akan memercayainya, tetapi saat ini, begitu dia memahami semuanya, bahkan Harvey tidak bilang pun Selena akan memercayainya. Selena membuka mulutnya, saat ini ada sebuah dorongan yang memaksanya untuk mengungkapkan semuanya.

+


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.