Bab 78
Bab 78 $15 BONUS Suasana di dalam kamar menjadi sangat tegang, bahkan udara pun terasa membeku.
Menghadapi situasi yang seolah—-olah akan terjadi peperangan, Hansen buru—buru berbicara untuk mengakhiri ketegangan tersebut, “Pak Harvey, yang penting Nyonya baik—baik saja, ini adalah hal yang membahagiakan.”
Harvey mengalihkan pandangannya dari Selena, seakan—akan Harvey tidak mau memboroskan sepatah kata pun untuk berbicara dengan Selena lagi. Harvey pun kemudian berbalik badan tanpa menunjukkan ekspresi di wajahnya,
“Jagalah sikapmu.”
Selena mencoba menahan diri, tetapi akhirnya amarahnya sudah tidak dapat terbendung lagi, ‘tL ‘ls
Melihat pria sombong yang selalu merasa bahwa dirinya yang paling benar itu, Selana pun
membanting bubur yang ada di tangannya.
“Dasar pria berengsek!”
Jelas-jelas yang mengejarnya saat itu adalah Harvey, Harvey juga yang ingin menikahinya, Yang begitu posesif hingga membuat dia menyerahkan segalanya juga Harvey—lah orangnya.
Sekarang setelah Harvey menyakiti dirinya hingga seperti ini, Harvey malah masih berani mengatakan bahwa Selena berpura— pura?
Bubur itu menghantam punggung Harvey, campuran butiran nasi dan kuah pun mengalir turun mengotori setelan jas mewah itu. Harvey menatapnya dengan tatapan dingin, sorot matanya terlihat begitu marah.
Dia pun berjalan cepat menghampiri Selena. Melihat hal ini, Hansen merasa seperti ada petasan. yang dinyalakan dan akan segera meledak!
Hansen dengan cepat mengulurkan tangan untuk mencegat Harvey, lalu berujar dengan wajah yang cemas, “Pak Harvey, tangan Nyonya licin. Nyonya, katakanlah sesuatu.”
Selena masih bersikeras, lalu berkata dengan ekspresi dingin, “Tanganku licin.” Hansen menghela napas lega dan berkata, “Pak Harvey, Anda juga telah mendengarnya sendiri, Nyonya... 10
Sebelum Hansen selesai berbicara, Selena menambahkan, “Jika bukan karena tanganku licin, itu mungkin sudah menghantam kepalamu! Dasar brengsek!”
Hansen tidak bisa berkata apa—apa. Ini namanya menambahkan minyak ke dalam api.
Harvey mendorong Hansen ke samping, lalu melangkah menghampiri Selena dan berkata viivit menggertakkan gigi, “Se... le ... nal“
Selena yang sudah naik pitam pun mengambil sebotol obat dari keranjang obat di meja samping tempat tidurnya, lalu dengan cepat mengangkat selimut dan melompat turun dari tempat tidurnya.
Tindakannya sudah seperti pemburu yang sedang bertarung dengan harimau. Dia mengangen tangannya dan melemparkan botol obat itu ke kepala Harvey sambil berteriak, “Berengsek, aks akan beradu nyawa denganmu!”
Harvey mengangkat tangannya dan meraih tangan Selena yang lembut, lalu dengan mudah memulas tangannya ke belakang punggungnya.
Selena berhasil ditundukkan dalam sekejap. Mata Harvey pun terlihat seakan berkabut saat menatap wanita dalam pelukannya yang wajahnya memerah karena marah itu. Harvey tidak bisa menggambarkan emosi seperti apa yang ada di dalam hatinya.
Sakit hati yang dirasakannya lebih mendominasi daripada kebencian. Pada akhirnya, dia menarik napas dalam—dalam dan menenangkan amarah di dadanya.
Harvey melempar Selena kembali ke tempat tidur, lalu menggertakkan gigi dan berkata, “Ingat apa yang kamu lakukan hari ini! Selama hidup ini, kamu sebaiknya berdoa agar kamu tidak jatuh ke tanganku!”
Langkah yang diambil Selena seakan—akan telah menginjak ladang ranjau. Harvey pun menahan diri untuk tidak mencekiknya. Kata-kata yang dia ucapkan juga benar—-benar membuat Selena marah. “Meskipun aku melompat dari lantai tujuh, aku juga tidak akan meminta pertolongan padamu!” ujar Selena.
Harvey menatapnya dengan tajam, lalu membanting pintu dan pergi, serta meminta semua orang pergi dari kamar itu. Chandra mengikutinya sambil bertanya, “Pak Harvey, apakah Anda tidak takut Nyonya akan bunuh diri lagi?”
Harvey melepas jasnya sambil menatap Chandra dengan serius, lalu berkata, “Orang seperti dia mana mungkin rela mati? Tidak perlu membuang-buang waktu demi dirinya lagi.”
Chandra pun mengerutkan kening. Sebagai pengamat, dia bisa melihat lebih jelas bahwa tidak ada orang yang mau mempertaruhkan nyawanya sendiri.
Orang sehebat apa pun tidak dapat menjamin bahwa melompat dari lantai tujuh tidak akan membuat dirinya terluka sama sekali. Jika Harvey tidak memeluknya, dan jika bantalan udara Chandra terlambat diletakkan, Selena pasti sudah mati.
Namun, Harvey telah menyimpulkan bahwa Selena hanya berpura—pura lemah untuk menarik simpatinya, sehingga dia tidak akan mendengarkan masukan dari orang lain sepatah kata pun.
Hansen memanggil seorang perawat untuk membersihkan kamar Selena. Kemudian, Hansen meratakan tempat tidur sambil dengan sabar menghibur Selena, “Nyonya, kenapa tidak berbicara baik—baik? Jangan bersikap terlalu ekstrem. Pak Harvey masih peduli padamu. Tadi malam dia berjaga di luar sepanjang malam, menurutmu...”
Selena tidak ingin mendengar masukan seperti itu, dia hanya mengajukan sebuah pertanyaan, Dokter Hansen, mungkinkah laporan pemeriksaan medisku salah?”Belongs to NôvelDrama.Org - All rights reserved.
Hansen langsung menjawab dengan serius setelah mendengar pertanyaan ini, “Nyonya, kamu boleh menghina kepribadianku, tetapi kamu tidak boleh menghina profesiku. Yang memeriksa dirimu adalah para ahli, bagaimana mungkin mereka salah?”
Hansen menghela napas dan berkata, “Tadi malam aku—begitu terkejut ketika mengetahui bahwa sel darah putihmu serendah itu, aku mengira itu... Oh ya, Nyonya, kamu tidak menjalani pengobatan apa pun beberapa waktu lalu, ‘kan?”
Dengan statusnya sebagai dokter yang bertanggung jawab, Hansen masih mengajukan satu
pertanyaan lagi.