Bab 45
Bab 45
Bab 45
Hati Samara gelisah, tidak memperhatikan rasa bersalah yang muncul di mata Oliver.
“Ulurkan tanganmu.”
“Hah?”
Oliver mengernyitkan keningnya, tidak tahu untuk apa Samara menginginkan tangannya, dan apakah dia perlu atau tidak mengulurkan tangan kepadanya?
Bocah itu masih terus mengerang disana, bola matanya yang hitam melirik kearah Asta, pandangannya seperti sedang meminta petunjuk!
Asta mengejapkan mata tajamnya.
“Oliver, apakah kamu tidak mendengar perkataan Nona Samara?”
Oliver menggertakan giginya, tidak ragu ragu lagi mengulurkan tangannya kepada Samara.
Jari lentik Samara memegang nadi di pergelangan tangan Oliver, dengan teliti memeriksa denyut nadinya.
Tetapi begitu memegang nadinya, Samara langsung mengetahui bocah yang sedang mengerang kesakitan ini hanyalah berpura pura sakit perut.
Matanya menatap bola mata besar dari bocah itu, setelah diamati beberapa detik, dia langsung menghindari pandangan mata Samara dan menundukkan kepalanya.
Oliver ini……..
Demi bisa menjumpainya, sudah keterlaluan dengan berpura pura sakit.
Jika dilakukan lagi beberapa kali, suatu saat jika benar benar jatuh sakit, keluarga Costan bisa saja tidak menganggapnya serius apa yang akan terjadi?
Dalam hati Oliver juga tidak ada bayangan, melihat Samara menutup mulut tidak berbicara, jantungnya jadi berdebar debar.
“Samara, saya….saya sekarang… Sepertinya tidak begitu sakit lagi.”
“Kamu benar benar adalah obat saya, sakit perut saya sudah terobati………
Samara tahu semua siasat kecil Oliver, letapi tidak membongkarnya: “Mungkin sakit perut yang disebabkan stress, banyak minum air akan baikan.”
Mendengar perkataan Samara, dalam hati Oliver dan Olivia segera merasa lega.
Samara membelai belai wajah Oliver, dia berpaling berkata kepada Asta: “Tuan Asta, Maaf merepotkan tapi tolong tuangkan secangkir air hangat untuk Oliver.”
Asta yang bersandar di pintu menuruti perkataannya, berpaling dan turun ke bawah menuang secangkir air hangat.
Pada saat ini.
Di dalam kamar anak anak hanya tinggal Samara dan Oliver Olivia kakak beradik.
Samara mengernyitkan alisnya, tiba tiba berkata: “Oliver, anak kecil berbohong adalah tindakan yang tidak benar.”
Oliver yang barusan merasa lega, mendengar Samara berkata seperti itu, jantungnya kembali berdebar debar: “Samara, saya …..”
“Saya sangat gembira kamu ingin bertemu dengan saya, tetapi menggunakan cara seperti ini adalah tidak benar.” Dengan pandangan mata yang serius Samara berkata: “Saya tidak marah, tetapi saya sangat kecewa. Saya sangat mengkhawatirkan kamu, sehingga tanpa menghiraukan apapun saya datang kemari, tetapi jika dibohongi olehmu, saya akan merasa kekhawatiran saya tadi sangat murahan dan konyol.”
Mendengar perkataan Samara, pandangan mata Oliver menjadi kelam, tidak dapat melawan sepatah katapun.
Bahkan Olivia juga dengan kepala terkulai, patuh berdiri disana mendengar didikan.
“Samara, saya sudah tahu kesalahan saya,”
“Kalau sudah tahu salah harus diperbaiki, baru bisa menjadi pria sejati yang saya kagumi.”
Tetapi…” Oliver terhenti sebentar, lalu mengumpulkan keberaniannya dan berkata: “Saya dan adik setiap hari ingin berjumpa denganmu, apakah kamu dapat pindah kesini dan tinggal bersama kami?” All content is © N0velDrama.Org.
Olivia tidak bisa berbicara, tetapi sepasang mata besarnya yang cerdik juga mengisyaratkan harapannya
Samara dikejutkan oleh perkataan Oliver.
Pindah dan tinggal bersama?
Mereka akan menggunakan hubungan yang bagaimana untuk tinggal bersama?
Dia sudah mempunyai Javier dan Xavier dua orang kesayangan.
Bagaimanapun dia menyukai Oliver Olivia kedua bocah ini, diantara mereka tidak ada hubungan darah sama sekali.
Walaupun Asta dan ibu kandung anaknya tidak dapat bersama karena alasan tertentu, tetapi mereka juga mempunyai ibu kandung sendiri, mana mungkin sampai giliran dia untuk pindah kemari menjaga mereka?
-Tidak bisa.”
“Mengapa?”
“Tidak ada alasan.” Samara tertawa, dengan sabar dia menjelaskan: “Kamu dan Olivia mempunyai ayah, tentu saja mempunyai Ibu. Jika saya benar pindah kesini untuk tinggal bersama kalian, Ibu kalian pasti akan merasa sedih.”
Menyinggung tentang Ibu kandung mereka, Oliver dan Olivia langsung menjadi muram.
Wajah mungil Olivia malah menunjukkan rasa takut, dengan sekuat tenaga menggigit kedua tangannya.
“Cih? Wanita yang hanya bisa berpura pura baik dengan kami itu? Wajah kecil Oliver penuh dengan emosi: “Wanita itu bukan ibu kandung kami!”