Bab 112
Bab 112 Hotel Ini Benar-Benar Milikmu
“Hotel Puritama benar–benar milikmu?”
Tina langsung membelalak kaget.
‘Bagaimana mungkin? Bagaimana mungkin idiot ini adalah pemilik Hotel Puritama?!‘
Untuk sesaat, dia tidak memercayai hal ini.
Namun, kalau tidak percaya, dia juga tidak bisa memikirkan sebuah alasan yang
dapat menjelaskan situasi seperti ini.
Walaupun uang sebesar dua miliar tidak seberapa baginya, tetapi Ardika pasti tidak
memiliki uang sebanyak itu.
Namun, tagihan makan mereka di Hotel Puritama malah digratiskan.
Ardika tersenyum dan berkata, “Tina, apa sekarang kamu masih berniat
mendesakku untuk bercerai dengan Luna lagi?”
Dalam sekejap, Tina langsung merasa malu.
Sebelumnya, dia mengatai Ardika tidak memiliki apa pun dan terus merendahkan
pria itu, bahkan memaksanya untuk bercerai dengan Luna.
Siapa sangka, tiba–tiba saja Ardika sudah memiliki sebuah hotel mewah.
Tina benar–benar ingin menampar dirinya sendiri.
Dia menuruni tangga dengan tatapan kosong.
Tepat pada saat ini, beberapa pelanggan restoran juga sudah selesai makan dan
berjalan keluar dari hotel.
Sambil berjalan, mereka melontarkan pujian. This is from NôvelDrama.Org.
“Pelayanan Hotel Puritama sangat bagus, Sebelumnya kita diusir oleh petugas
keamanan dua orang artis terkenal. Masalah ini memang nggak ada hubungannya
dengan pihak hotel. Tapi, manajer hotel yang meminta maaf kepada kita secara
pribadi dan tagihan makan kita digratiskan.”
1/3
“Ya, benar. Kita memesan cukup banyak, tapi tagihan makan kita langsung digratiskan oleh pihak hotel tanpa ragu. Pelayanan yang sangat memuaskan, ke depannya kita harus sering makan di sini….”
Sambii berbicara, langkah kaki beberapa orang itu sudah makin menjauh.
Namun, telinga Tina sudah menangkap informasi dari kata–kata yang keluar dari
mulut mereka.
Tiba–tiba, dia menoleh dan memelototi Ardika. “Ardika, coba kamu jelaskan padaku. Kenapa tagihan makan semua pelanggan restoran digratiskan, bukan hanya tagihan
makan kita?!”
“Apa hal seperti ini perlu dijelaskan lagi? Aku yang memberi instruksi kepada Pak Hendy,” kata Ardika.
“Kamu masih nggak ngaku!”
Tina mendengus, dia sama sekali tidak memercayai ucapan Ardika.
Karena kejadian besar yang menimpa hotel tadi, wajar saja tagihan makan para pelanggan digratiskan sebagai wujud kompensasi.
Walaupun dua miliar bukan nominal kecil, tetapi bagi hotel mewah seperti Hotel
Puritama bukanlah apa–apa.
Namun, Ardika benar–benar menjijikkan.
Pihak hotel berbaik hati menggratiskan tagihan makan mereka, pria itu malah membual dengan mengatakan dirinya adalah pemilik hotel, benar–benar tidak tahu
malu.
Sekarang dia merasa, Ardika bukan hanya tidak memiliki kemampuan apa pun, tetapi karakternya juga bermasalah.
Tentu saja masalah karakter adalah masalah yang lebih berat!
“Sungguh konyol.”
Ardika tidak bisa berkata–kata lagi. Jelas–jelas dia yang menggratiskan tagihan makan beberapa pelanggan restoran itu, tetapi Tina malah menganggapnya sedang
2/3
membual.
Dia langsung berbalik dan pergi. Dia bahkan sudah malas menumpangi mobil Tina dan berencana berjalan kaki pulang. Lagi pula, jarak tempat ini dengan rumahnya juga tidak jauh.
Namun, Tina segera melajukan mobilnya dan mengikuti Ardika.
Dia hanya mengikuti Ardika tanpa berniat untuk meminta pria itu masuk ke dalam
mobilnya.
“Ardika, hari ini aku mencarimu masih ada satu urusan lagi. Aku dengar Keluarga Basagita meminta Luna untuk menghadiri acara yang diselenggarakan oleh Asosiasi Bahan Bangunan. Budi pasti akan mempermalukan Luna di depan umum.” “Sebenarnya aku memang berencana untuk membantunya, tapi apa daya ayah angkatku melarang semua anggota Grup Lautan Berlian untuk menghadiri acara itu.”
“Kalau kamu adalah seorang pria sejati, seharusnya kamu mewakili istrimu untuk dipermalukan. Boleh dibilang ini adalah satu–satunya kelebihan yang dimiliki oleh seorang pria yang hanya bisa mengandalkan wanita sepertimu!”
Selesai berbicara, Tina langsung melajukan mobilnya pergi meninggalkan Ardika
begitu saja.
Ardika mengerutkan keningnya.
Walaupun kata–kata Tina tidak enak didengar, tetapi dia tetap harus
mempertimbangkan saran itu dengan saksama.
Dia tahu sejak alat vital Tony sudah rusak, Luna tidak terlalu berani bertemu dengan
Budi.
Mungkin sebaiknya dia mewakili istrinya untuk menghadiri acara besok.
Sesampai di Vila Cakrawala, sebelum dia menginjakkan kakinya ke dalam, dia mendengar suara tawa dari dalam. Sepertinya amarah Desi sudah mereda.
Desi sedang duduk di atas sofa sambil menelusuri layar ponselnya dengan
bersemangat.
“Luna, cepat lihat ini! Terjadi sesuatu pada Hotel Puritama!”