Bab 140
Bab 139 Membeli Peti Mati
Sekarang Budi sudah paham.
Jangankan identitas Ardika saat ini, bahkan identitas lama pemuda itu saja sudah pasti sangat terhormat.
Hanya dengan menindas Ardika saat masih duduk di bangku sekolah, Tony berhasil membantu Keluarga Susanto meningkatkan kedudukannya.
Ardika mengalihkan pandangannya ke arah lima belas kepala preman yang
telungkup di lantai itu, lalu bertanya dengan dingin, “Bagaimana dengan kalian? Apa
kalian mengetahui sesuatu?”
“Tuan Ardika, kami benar–benar nggak tahu apa–apa. Beberapa tahun yang lalu, kami masih preman biasa. Dalam lubuk hati kami, Tuan Jacky adalah tokoh besar yang kami hormati.”
Lima belas kepala preman itu buru–buru menyatakan mereka tidak ada
hubungannya dengan kejadian itu.
Bagaimanapun juga, mereka dan Ardika tidak ada dendam pribadi. Jadi, walaupun hari ini mereka berakhir seperti ini, paling mereka hanya akan masuk penjara.
Kalau sampai mereka dikaitkan dengan kecelakaan mobil yang menimpa Jacky, maka sudah dapat dipastikan nyawa mereka akan melayang.
Saat ini, Henry berkata, “Pak Ardika, kalau benar–benar mereka adalah pelakunya, dalam beberapa tahun ini aku pasti sudah menyingkirkan mereka.”
“Aku tebak kemungkinan besar kejadian itu ada hubungannya dengan beberapa orang kepala preman yang sudah pensiun dan meninggalkan dunia preman. Tapi, kejadian itu adalah sebuah kejadian besar dan melibatkan banyak orang yang memiliki latar belakang nggak biasa. Selama bertahun–tahun, hal–hal yang
berkaitan dengan kejadian itu tertutup rapat. Aku nggak memperoleh informasi apa
pun.
“1
Beberapa tahun yang lalu, Henry masih bukan orang paling kaya Kota Banyuli.
+15 BONUS
Walaupun dia terus membantu Ardika menyelidiki kejadian kala itu, tetapi seiring waktu berlalu, jejak dan bukti–bukti yang ada telah dihapus. Dia ingin membantu juga tidak berdaya.
“Kamu lanjutkan saja penyelidikanmu. Di dunia ini, setiap kejadian yang pernah terjadi pasti akan meninggalkan jejak dan bukti–bukti.”
Ardika bangkit dari kursinya, lalu mengalihkan pandangannya ke arah orang–orang yang sedang berlutut itu.
“Selain Budi, tangkap orang–orang ini, lalu lakukan penyelidikan. Bagi yang terbukti melakukan kesalahan, dijatuhi hukuman. Bagi yang nggak terbukti melakukan kesalahan, dibebaskan.”
Wajah lima belas kepala preman, Jenny, James, Herman, Jimmy, Yudis dan yang lainnya tampak pucat pasi.
Sesaat kemudian, mereka semua langsung dibawa pergi oleh bawahan Sigit.
“Tuan Ardika benar–benar sudah memberikan kesempatan untuk kita bertobat dan menjalani hidup yang baru dengan benar!”
Jinto dan Romi saling bertukar pandang, mereka mengerti apa yang dirasakan oleh
satu sama lain saat ini.
Kalau bukan karena mereka terlebih dahulu mengenal Ardika, kepala preman yang ditangkap sekarang akan berubah dari lima belas orang menjadi tujuh belas orang.
Saat ini, tiba–tiba Ardika mengalihkan pandangannya ke arah kedua orang itu dan berkata, “Aku beri kalian waktu satu hari untuk menguasai semua wilayah kekuasaan yang telah mereka tinggalkan.”
Begitu mendengar ucapan Ardika, Jinto dan Romi langsung tercengang di tempat.
Mereka tidak menyangka Ardika akan memberi mereka hadiah sebesar itu!
Wilayah kekuasaan lima belas kepala preman, benar–benar tidak bisa terbayangkan sebesar apa kekuatan itu.
Hanya dalam sekejap mata, mereka berdua berubah menjadi raja preman Kota
Banyuli. Content rights belong to NôvelDrama.Org.
+15 BONUS
Tiba–tiba, Ardika berkata dengan dingin, “Jangan senang dulu. Aku nggak ingin melihat situasi kacau seperti dulu, melainkan dunia preman yang tertib dan teratur.”
Terang dan gelap adalah dua unsur yang tak terpisahkan.
Walaupun dia tidak membiarkan Jinto dan Romi untuk menguasai wilayah kekuasaan yang telah ditinggalkan oleh lima belas kepala preman itu, tidak lama kemudian pasti akan ada kepala preman yang baru. Saat itu tiba, situasi pasti akan menjadi kacau kembali.
Jadi, lebih baik Ardika langsung menyerahkan wilayah–wilayah itu kepada Jinto
dan Romi.
Lagi pula, kedua orang ini sudah di bawah pengawasannya.
“Baik, Tuan Ardika!”
Ekspresi Jinto dan Romi tampak serius, seolah–olah mereka sudah mengingat
ucapan Ardika dalam hati mereka.
Ardika melirik Budi sejenak, lalu berkata kepada Soni, “Beri dia sebuah pistol. Lalu,
Romi, nanti tolong belikan sebuah peti mati untuknya dan antarkan kepada Keluarga Mahasura.”
Selesai berbicara, dia langsung berjalan ke luar.
Sesaat kemudian, terdengar suara tembakan.
Presdir Grup Susanto Raya dan ketua Asosiasi Bahan Bangunan, Budi menembak
mati dirinya sendiri di hari pertama pembentukan kembali Asosiasi Bahan
Bangunan!
“Pak Ardika, ini ada sebuah video, silakan Bapak lihat dulu.”
Di luar Gedung Universal, Henry menyerahkan sebuah tablet kepada Ardika.
Ardika segera mengambilnya.
Latar video tersebut adalah Rumah Sakit Jiwa Banyuli, ada dua orang yang terlihat, yaitu Delvin dan Ardika.
Hanya saja, Ardika di dalam video tersebut hanyalah sosok pengganti.
Sosok pengganti Ardika asli itu dikurung di sebuah halaman kecil yang terpisah
dengan tembok tinggi mengelilinginya.
Dia tampak bodoh dan gila, seperti seorang bocah.