Bab 167
Bab 167 Bukan Tandingan
“Tentu saja.”
Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Melia yang pandangannya sudah
kosong dan ekspresinya sudah berubah drastis itu, lalu tersenyum dan bertanya, ”
Nona Melia, ini adalah petarung hebat yang dipelihara oleh Keluarga Lukito dengan
mengeluarkan biaya puluhan miliar setiap tahunnya?”
Orang–orang yang disebut sebagai petarung hebat itu sama sekali bukan tandingan
para prajurit yang kembali hidup–hidup dari medan perang.
“Brak!”
Melia langsung terjatuh lemas dan terduduk di lantai. Dia menatap Ardika dengan
tatapan ketakutan dan berkata, “Kamu yang memanggil mereka ke sini?”
Ardika hanya tersenyum tanpa mengucapkan sepatah kata pun,
Bisa melontarkan pertanyaan konyol seperti ini, itu artinya wanita itu sudah
ketakutan setengah mati.
Dia langsung kehilangan minat untuk mempersulit wanita itu.
Ternyata pertahanan mental nona besar seperti Melia sangat rapuh.
“Hancurkan apa saja yang bisa dihancurkan di dalam Kelab Gloris.”
Selesai memberi instruksi, Ardika langsung berbalik dan pergi. NôvelDrama.Org exclusive content.
Kemarin, tiga keluarga besar memaksa Tony dan Jenny untuk bunuh diri dengan
melompat dari gedung. Mereka ingin memanfaatkan kematian kedua orang itu
untuk menakut–nakutinya.
Awalnya, dia berencana untuk mencari kesempatan menakut–nakuti mereka.
Karena hari ini kesempatan sudah datang, dia memanfaatkan kesempatan ini untuk
menghancurkan Kelab Gloris dan memberi tamparan keras kepada tiga keluarga
besar!
Begitu mendengar ucapan Ardika, sekujur tubuh Melia langsung gemetaran.
+15 BONUS
Di dalam kalangan kelas atas Kota Banyuli, semua orang tahu Kelab Gloris adalah
bisnis yang dijalankannya.
Hari ini, begitu kelab ini dihancurkan, harga dirinya akan hancur.
“Jangan ….”
Dia segera bangkit dan lantai dan ingin menghentikan mereka.
“Bam!”
Tiba–tiba, lampu gantung mewah yang tergantung di langit–langit kelab terjatuh dan hancur berkeping–keping. Hantaman keras itu menyebabkan lantai terguncang.
Melihat pemandangan itu, hati Melia seperti tersayat–sayat oleh pisau.
Begitu lampu gantung itu hancur, lebih dari seratus miliar sudah melayang.
Namun, semua ini baru permulaan.
Geri dan lima orang lainnya menjalankan instruksi Ardika dengan baik.
Proses penghancuran ini berlangsung sekitar setengah jam.
Saat mereka meninggalkan tempat itu, semua barang–barang di dalam Kelab Gloris
sudah hancur.
Berita mengenai penghancuran Kelab Gloris langsung menyebar ke seluruh
kalangan kelas atas Kota Banyuli seperti tiupan angin dan menggemparkan seluruh Kota Banyuli.
Berani menghancurkan Kelab Gloris sama saja dengan mempermalukan Keluarga
Lukito!
Di sisi lain, Ardika membawa Handoko yang masih sangat terkejut itu pulang.
“Kak, siapa enam orang itu? Apa mereka adalah bawahanmu?”
Handoko yang duduk di kursi penumpang samping kursi pengemudi menatap Ardika dengan tatapan penuh hormat dan penasaran.
“Bukan.”
2/4
+15 BONUS
Ardika menggelengkan kepalanya. Geri dan lima orang lainnya hanya cocok untuk menjalankan tugas sederhana dan dadakan seperti ini. Mereka masih belum memenuhi kualifikasi untuk menjadi anak buahnya.
Melihat bekas tamparan di wajah Handoko, dia langsung mengerutkan keningnya.
Di antara tamparan–tamparan itu, juga termasuk tamparan yang dilayangkan olehnya dirinya sendiri ke wajah adik iparnya. Sepulang ke rumah, kalau sampai
Desi melihat wajah putra kesayangannya seperti ini, dia pasti akan dimarahi
setengah mati.
Dia menghentikan mobilnya di luar kompleks dan menelepon Draco. “Draco, di
tempatmu ada salep yang dulu aku pakai, ‘kan? Cepat bawakan sedikit ke sini. Aku
menunggumu di depan pintu gerbang Vila Cakrawala.”
Bos, aku akan segera ke sana.”
Tidak alam setelah memutuskan sambungan telepon, Draco bergegas ke sana
sambil mengenakan kacamata hitam.
Dia mengeluarkan sebuah kotak kecil berbentuk bulat, lalu menyerahkannya kepada Ardika dan bertanya dengan penasaran, “Siapa yang cedera parah?”
“Oleskan ke wajahmu dengan merata.”
Ardika tidak menanggapinya, dia langsung melemparkan kotak kecil itu kepada
Handoko.
Handoko segera membuka kotak tersebut dan mengoleskan sedikit salep itu ke wajahnya.
Saat inilah Draco baru menyadari keberadaan Handoko dan melihat bekas tamparan di wajahnya, mulutnya langsung berkedut.
“Ah? Menggunakan obat mujarab ini untuk mengolesi bekas tamparan? Benar–benar menyia–nyiakan barang bagus saja!”
Dulu, saat obat salep ini digunakan di medan perang, ia sangat berkhasiat, bahkan sudah menyelamatkan nyawa banyak prajurit.
Sebelumnya, ada sebuah perusahaan terkemuka yang bergerak di bidang kimia dan
+15 BONUS
teknologi menawarkan uang sebesar puluhan miliar dolar untuk membeli resep obat salep ini, tetapi Ardika menolak penawaran itu.
“Kak, bekas tamparan di wajahku sudah hilang!”
Setelah mengoleskan salep itu ke wajah dengan merata, Handoko sangat terkejut ketika mendapati bekas tamparan di wajahnya menghilang secepat itu.
Sungguh ajaib!
“Baguslah kalau sudah hilang. Kalau nggak, ibumu pasti akan memarahiku lagi.”
Ardika baru menghela napas lega. Dia meninggalkan Draco yang sudah tidak bisa berkata–kata itu di sana dan langsung membawa adik iparnya pulang.