Bab 65
Bab 65 Kamu Mengusirku?
Mendengar ucapan ini, preman berambut pirang itu langsung menatap Hendy dengan galak.
“Dasar pria gendut, beraninya kamu membodohiku dengan ruangan kelas rendah. Kurasa kamu sudah bosan hidup, ya? Cepat siapkan Hall Utopia untuk kami!”
Dalam sekejap, wajah Luna sekeluarga dan para tamu pun memucat. Semuanya segera berdiri.
“Ada apa dengan Desi? Bisa–bisanya merayakan pesta di tempat buruk seperti ini, belum makan saja sudah diusir ….‘
Beberapa orang mulai mengeluh.
Ketika Desi mendengar ini, dia merasa sangat malu. Bagaimana mungkin dia tahu akan terjadi hal seperti ini?
Dia memberanikan diri untuk menghampiri para preman itu, lalu berkata, “Saudara sekalian, keluarga kami menghabiskan banyak uang untuk mengadakan pesta pindah rumah di sini. Kalian makanlah di tempat lain ….”
“Plak!”
Preman berambut pirang itu langsung menamparnya. “Jangan berbasa–basi denganku, pergi sana!
Desi mundur dengan ketakutan.
“Bu!”
Luna segera berlari ke arah ibunya, begitu pula dengan Ardika. Dia menatap preman berambut pirang itu dengan dingin, lalu pergi memapah Desi.
“Jangan menyentuhku!”
Namun, Desi menghempaskan tangan Ardika dengan kasar. Dia memegang wajahnya sambil menatap Peter yang sedang berjalan menghampirinya. “Peter, ini hotelmu, bisakah kamu menghentikan mereka?”
“Bibi Desi, jangan khawatir. Aku akan segera bernegosiasi dengan mereka, para preman ini
bukanlah apa–apa di mataku.
Peter berjalan ke arah preman berambut pirang itu dengan panik.
Sembari berjalan, dia berteriak pada para tamu yang hendak pergi, “Semuanya, mohon bersabar
dan kembali ke tempat duduk kalian. Aku akan segera mengusir mereka agar kalian semua bisa
lanjut makan.”
Mendengar perintahnya, para tamu yang panik pun menjadi lebih tenang.
“Hmph, sombong sekali, siapa yang berani mengusirku, Jinto? Keluarlah untuk berbicara denganku!”
Saat ini, terdengar suara dingin dari pintu.
Siapa itu Jinto?
Peter tercengang.
Preman berambut pirang itu berkata dengan suara berat, “Nak, apa kamu sudah dengar? Bos kami memintamu keluar untuk mengobrol dengannya, apa kamu berani?”
“Hmph, apa yang perlu ditakuti!”
Tanpa ragu–ragu, Peter langsung berjalan ke luar aula.
Ada sekelompok orang berdiri di luar. Orang yang memimpin sedang memainkan sepasang kacang kenari. Ketika dia membuka mulut, gigi emasnya tampak sangat menyilaukan. This content © Nôv/elDr(a)m/a.Org.
Melihat sepasang gigi emas yang tidak asing itu, Peter langsung teringat akan identitas Jinto.
Bukankah dia adalah Tuan Jinto yang terkenal di Kota Banyuli?
Peter berjalan mendekat, lalu menangkupkan tangannya sambil berkata, “Ternyata Tuan Jinto yang datang. Aku Peter dari Keluarga Remax.”
“Keluarga Remax, pemilik Grup Perhotelan Remax?” tanya Jinto dengan santai.
Peter mengangguk. “Benar, Hotel Puritama ini juga milik Keluarga Remax.”
Jinto mendengus dingin. “Kalau begitu, aku minta maaf karena sudah datang secara tiba–tiba ke hotel Keluarga Remax untuk makan–makan.”
Mendengar ucapan ini, Peter tampak bangga.
Peter menunjuk ke pintu sambil berkata, “Karena Tuan Jinto mengetahui Keluarga Remax, aku nggak mengantar kalian lagi. Pergilah ke tempat lain, hari ini tempat ini nggak tersedia.”
Dia memandang Jinto dengan percaya diri.
Dia yakin setelah Jinto tahu bahwa hotel ini milik Keluarga Remax, Jinto pasti akan segera pergi.
“Kamu mengusirku?”
Jinto tersenyum. Senyuman itu tampak datar dan dingin.
Tiba–tiba, dia mengangkat tangannya untuk menampar Peter.
“Plak!”
C
ر
+15 BONUS
Peter dikejutkan oleh tamparan Jinto ini.
Jinto memandang Peter yang sedang memegang wajah dengan gugup sambil berkata,” Memangnya kenapa kalau kamu berasal dari Keluarga Remax?”
Peter yang sedang memegang wajahnya segera mundur selangkah sambil berkata dengan marah,
“Tuan Jinto, Keluarga Remax adalah keluarga kelas satu!”
“Bruk!”
Preman berambut pirang itu menendangnya. “Memangnya kenapa kalau keluarga kelas satu? Kalau kalian membuat kami marah, kami juga akan menghabisi kalian!”
Melihat tatapan galak Jinto, Peter ketakutan hingga mati rasa.
Mereka adalah sekelompok orang yang frustrasi. Dalam keadaan mendesak, bagaimana mungkin mereka memedulikan soal Keluarga Remax? Mereka akan bertindak sesuka hati mereka.
Peter menyerah, dia segera membungkuk sambil berkata, “Tuan Jinto, aku sudah tahu salah. Nggak seharusnya aku mengusirmu, aku nggak pandai menilai.”
Melihat perilakunya, Jinto pun melambaikan tangan sambil berkata, “Cepat bersihkan tempat ini, aku ingin segera makan, nggak perlu singkirkan makanannya.”
Peter tertegun. Maksudnya Tuan Jinto ingin memakan makanan sisa?
Meskipun semua tamu belum sempat makan, orang seperti Jinto tidaklah kekurangan uang.
“Kenapa masih diam di sana, cepat pergi!”
Melihat lirikan preman berambut pirang itu, Peter ketakutan hingga tidak berani membantah. Dia bergegas masuk ke dalam aula.
Melihatnya masuk sendirian, Desi berdiri dengan gembira
“Peter, kamu sudah mengusir orang–orang itu, ya. Bagus sekali, kamu memang hebat. Semuanya, ayo lanjut makan dan minum, lupakan soal insiden tadi!”