Bab 83
Bab 83 Masa Lalu
“Selamat tinggal, Paman Ardika!”
Livy melambaikan tangannya dengan sopan.
“Selamat tinggal, Livy.”
Ardika berkata pada Elsy, “Bolehkah kamu memberikan alamat rumah kakek nenek Livy? Aku ingin pergi mengunjungi mereka kalau ada waktu.”
Delvin adalah satu–satunya teman baik yang dia miliki sebelum bergabung dengan tim perang.
Sekarang, Delvin meninggal dan istrinya menikah lagi, Ardika ingin membantu Delvin menjaga
keluarganya.
Elsy pun memberikan alamatnya.
Kemudian, dia menggendong Livy masuk ke dalam mobil dengan enggan.
Ardika kembali ke lokasi konstruksi. Dia terus berada di sana sampai jam pulang kerja agar bisa pulang bersama Luna.
“Sayang, apa kamu ingat Delvin? Ternyata Livy itu putrinya, kebetulan sekali, ‘kan?”
Di tengah perjalanan, Ardika membahas soal Delvin, tetapi dia tidak menceritakan bahwa dirinya difitnah menjadi pedagang manusia.
Biasanya, dia tidak akan menceritakan hal–hal yang tidak menyenangkan pada Luna.
Dia tahu bahwa istrinya sudah cukup tertekan setelah mengambil alih Kompleks Prime Melati, jadi dia tidak ingin menambah beban istrinya.
“Tentu saja aku ingat. Dua tahun lalu ketika dia kembali ke Kota Banyuli, aku bertemu dengannya. Text © by N0ve/lDrama.Org.
Luna menceritakan kejadian masa lalu pada Ardika.
“Dulu Delvin pergi ke Wilayah Selatan untuk berbisnis dan mendirikan Grup Bintang Darma. Ketika dia kembali ke Kota Banyuli dua tahun lalu, wali kota mengalokasikan sebidang tanah yang luas kepadanya sebagai kawasan industri Grup Bintang Darma di Kota Banyuli.”
“Dia juga mengundang kami para teman–teman lama untuk menghadiri pestanya. Bahkan orang- orang seperti Tony pun menyanjungnya, tetapi dia mengabaikan mereka. Dia mengatakan bahwa kamulah orang yang paling dia kagumi dan berkat kamulah dia mempunyai pencapaian seperti
itu.”
Luna masih tidak percaya bahwa semua hal ini sudah berlalu.
1/3
+15 BONUS
Ardika mendengarkan cerita Luna dengan tenang sebelum bertanya, “Lalu, kenapa dia tiba–tiba
meninggal?”
“Setelah dia kecelakaan, Grup Bintang Darma dipersulit oleh saingan dan nggak bisa bertahan.
Jadi, dia pun bunuh diri dengan melompat dari gedung. Selain itu, juga beredar rumor kalau
kehidupan pribadinya sangat kacau, dia selingkuh dan lain sebagainya. Dua tahun lalu, masalah
ini cukup menggemparkan Kota Banyuli.”
Luna merasa agak sedih karena merasa pengalaman Delvin agak mirip dengan insiden
keluarganya.
“Omong–omong, aku ingat dia sempat datang menemuiku sebelum kecelakaan.”
Luna tiba–tiba teringat akan suatu hal, dia berkata, “Dia bilang dia terus mencarimu dan sudah
memiliki petunjuk. Jadi, dia mengajakku pergi mengunjungimu.”
Ardika memandangnya.
Suara Luna menjadi lebih pelan. “Saat itu aku merasa agak terganggu setiap ada orang yang
menyebutmu, jadi aku menolak.”
“Dia bilang dia akan pergi sendiri. Tapi beberapa hari kemudian dia malah kecelakaan.”
Luna mengeluarkan ponselnya, lalu mengklik kontak WhatsApp Delvin.
Terdapat histori obrolan Luna dengan Delvin.
“Luna, aku sudah pergi menemui Ardika.”
“Dia baik–baik saja. Dia hidup tenang dan sangat dekat dengan kita.”
“Kalau kamu ingin pergi menemuinya, aku bersedia mengantarmu kapan saja.”
Beberapa kalimat ini adalah pesan terakhir dari Delvin, Luna tidak membalas.
Melihat pesan ini, Luna seolah–olah teringat akan masa lalu dan mulai menangis.
“Maaf, Ardika. Aku menyesal nggak pergi mengunjungimu bersama Delvin. Aku nggak tahu kamu masih dikurung di Rumah Sakit Jiwa Banyuli. Kalau aku tahu, aku pasti akan pergi mengeluarkanmu dan nggak akan membiarkanmu menderita di sana.”
Ardika menghentikan mobil di pinggir jalan, lalu memeluk Luna.
“Nggak apa–apa, bukankah sekarang aku sudah keluar? Aku baik–baik saja ….”
Sebenarnya, meskipun Luna pergi mengunjunginya ke rumah sakit jiwa, Ardika yang dia temui
itu bukanlah dirinya yang sesungguhnya.
Saat itu, dia masih berada di luar wilayah.