Bab 577
Bab 577 Penangkapan
Winda berkata dengan nada seperti berbahagia di atas penderitaan Lucien, “Lucien, sudah terlambat untuk menyesal sekarang. Berani–beraninya kamu menyinggung Tuan Muda Handi! Nggak ada seorang
pun yang bisa menyelamatkanmu!”
Lucien berkata dengan marah, “Winda, bagaimanapun juga, kita adalah suami istri. Aku nggak pernah melakukan hal yang buruk padamu! Kenapa kamu begitu membenciku?!”
Winda berteriak dengan marah, “Kamu bersalah padaku karena nggak menyerahkan teknologi hak patenmu kepada tiga keluarga besar dan nggak membiarkanku menjalani kehidupan yang mewah!”
Lucien hanya menggertakkan giginya tanpa mengucapkan sepatah kata pun lagi.
Saat ini, Winda sudah seperti orang asing dalam hatinya, bahkan lebih buruk dibandingkan orang asing.
“Pak Raka, apa kamu sudah menyesal sekarang?”
Aditia mengalihkan pandangannya ke arah Ardika yang telah melayangkan satu tamparan ke wajahnya semalam. Kemudian, dia berkata dengan nada mempermainkan, “Sekarang, berlututlah di hadapanku dan tampar dirimu sendiri seratus kali terlebih dahulu. Kalau kamu melakukannya, aku akan memohon pada Tuan Muda Handi agar dia mengurangi sedikit penderitaanmu!”
Ardika melirik orang itu dengan sorot mata simpati.
Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, dia mengeluarkan ponselnya dan menghubungi seseorang.
“Penangkapan sudah boleh dilakukan sekarang.”
Selesai berbicara, dia langsung memutuskan panggilan telepon.
Aditia tertawa dingin dan berkata, “Di saat seperti ini, pecundang sepertimu masih saja mencoba untuk mengelabui orang. Apa kamu pikir masih ada orang yang bisa menyelamatkanmu?!” All content is © N0velDrama.Org.
Saat Aditia berbicara, beberapa pengawal itu sudah berada Ardika dan Lucien.
“Berlutut sekarang juga!”
Masing–masing dari dua orang pengawal Keluarga Santosa melayangkan tamparan ke wajah target
masing–masing.
“Plak!” Lucien langsung terjatuh ke lantai dan merintih kesakitan.
Sementara itu, sebelum tamparan yang ditujukan kepada Ardika mengenai wajah Ardika, lengan
pengawal itu sudah ditahan oleh Ardika.
“Krak!”
Pergerakan Ardika terlihat sangat santai. Namun, sudah terdengar suara patah tulang dari lengan
pengawal itu.
Kemudian, Ardika menendang pengawal itu sampai terpental keluar.
Melihat pemandangan menakutkan itu, Aditia dan Winda langsung tercengang di tempat saking
ketakutannya.
Handi benar–benar marah besar, dia langsung berteriak dengan marah kepada beberapa orang pengawal sisanya, “Seorang pecundang saja nggak bisa kamu hadapi, benar–benar lebih parah dari pecundang…. Kenapa kalian masih melamun saja di sana?! Cepat serang secara bersamaan dan bunuh
dia!”
“Serang!”
Beberapa pengawal itu langsung menerjang ke arah Ardika dengan ganas.
“Bam!”
Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara hantaman keras dari belakang.
Pintu kaca kafe didobrak hingga terbuka. Kemudian, sekelompok orang yang mengenakan setelan prajurit dan polisi langsung menerobos masuk.
“Hentikan!”
Sigit, orang yang berjalan di paling depan langsung berteriak dengan marah dan mengeluarkan pistol.
Anggota kepolisian yang mengikuti Sigit dari belakang juga melakukan hal yang sama.
Dalam sekejap, belasan muncung pistol membidik beberapa pengawal tersebut.
Sontak saja suasana berubah menjadi tegang.
Para pengawal tidak berani bergerak.
Aditia dan Winda benar–benar tercengang, mereka melemparkan sorot mata terkejut ke arah Ardika.
“Baru saja kamu menghubungi polisi?”
Tadi, mereka melihat dengan mata kepala mereka sendiri, Ardika menghubungi seseorang dan mengatakan “penangkapan sudah boleh dilakukan“.
Dalam waktu kurang dari setengah menit, Sigit dan yang lainnya benar–benar sudah datang!
Mereka baru menyadari kemungkinan besar hari ini mereka sudah masuk dalam perangkap.
Di antara semua orang, satu–satunya orang yang tetap tenang adalah Handi.
Dia menatap Sigit dengan tatapan dingin dan berkata, “Sigit, ini adalah urusan tiga keluarga besar, kamu
juga mau ikut campur?”
Melalui nada bicara Handi, sangat jelas bahwa dia tidak menganggap serius Sigit.
Di mata tiga keluarga besar, seluruh Kota Banyuli adalah wilayah kekuasaan mereka.
Ridwan selaku wali kota hanya sebagai pajangan saja.
Walaupun pria itu menduduki posisi wali kota, tetap saja pria itu harus mempertimbangkan tiga keluarga.
besar dalam bertindak.
Adapun mengenai Sigit yang merupakan anak buah Ridwan, bagi mereka, pria itu hanya seperti seekor
anjing.
Namun, Sigit hanya melirik Handi dengan dingin tanpa menanggapi ucapannya.
Tepat pada saat ini, tiba–tiba beberapa orang yang mengenakan setelan prajurit berjalan menghampiri Aditia dan Winda, lalu menyodorkan selembar dokumen.
“Aditia, Winda, kalian berdua terlibat dalam kasus dengan tuduhan menyabotase pernikahan militer. Bukti konkret sudah lengkap. Sekarang kami akan melakukan penangkapan terhadap kalian secara
resmi!”