Menantu Pahlawan Negara

Bab 624



Bab 624 Kena Batu Sendiri

Melihat ekspresi Ardika yang terpesona pada dirinya, amarah yang menyelimuti hat! Luna langsung hilang tanpa meninggalkan jejak.

‘Hmm! Seperti ini baru benar! Ternyata daya tarikku cukup kuat, bukan?‘

Saat ini, Ardika berkata, “Tapi, aku merasa seperti ada kurang sesuatu. Besok, ya. Besok aku akan mempersiapkan sebuah hadiah yang besar untukmu!”

“Hadiah apa?” tanya Luna dengan penasaran.

Pandangannya sudah sedikit kabur.

“Besok kamu akan tahu sendiri, tidurlah dulu.”

Ardika menepuk–nepuk bahu Luna, lalu mematikan lampu di dalam kamar.

“Hmm.”

Luna menganggukkan kepalanya dengan sedikit lemah, membenamkan dirinya di dalam pelukan Ardika, lalu memejamkan matanya.

Obat bius itu sedang bekerja di dalam tubuhnya.

Sesaat kemudian, dia langsung tertidur dengan lelap.

Tak lama kemudian.

“Tok… tok… tok….”

Pintu kamar diketuk dengan pelan dari luar.

Setelah mengetuk beberapa kali, seolah–olah tidak ada orang yang menanggapi ketukan itu dari dalam.

Dengan iringan suara “bip“, ada orang yang membuka pintu kamar dengan menggunakan kunci kamar!

Kemudian, pintu kamar dibuka.

Tiga preman itu melenggang masuk ke dalam kamar Ardika dan Luna.

“Tak!”

Seorang preman menyalakan lampu, pandangannya tertuju pada Luna yang sudah tertidur dalam pelukan Ardika.

Pemandangan wanita cantik yang terpampang nyata di hadapannya itu membuatnya tidak bisa mengalihkan pandangannya dari Luna.

“Hehe! Wanita yang sangat cantik! Malam ini kita benar–benar beruntung!”

“Ya, aku juga ingin, tapi aku nggak berdaya. Ah! Aku benar–benar menyesal biasanya Jarang berlatih.”

“Hehe. Kalian masih muda. Tapi, aku juga sudah ada persiapan!”

Seorang preman yang kurus kering mengeluarkan sekotak obat.

Di dalam bungkusan itu berisi “obat kuat pria“.

“Kak Didi benar–benar hebat! Bahkan obat kuat pun sudah dipersiapkan!”

Dua orang lainnya terkekeh.

“Kalau begitu, kita tunggu apa lagi? Cepat tendang pria itu ke samping, lalu kita mulai beraksi!”

Ketiga orang itu mendekati sisi tempat tidur, lalu hendak mengulurkan lengan mereka untuk mendorong Ardika yang sedang memeluk Luna.

Tepat pada saat ini.

Ardika yang awalnya memasang ekspresi muram dan memejamkan matanya, tiba–tiba membuka matanya!

Sorot matanya terlihat sangat dalam dan dingin.

“Sial! Ada apa ini? Apa yang terjadi?!”

Preman yang sudah mengulurkan tangannya buru–buru menarik tangannya kembali.

Sorot mata sedingin es itu membuat ketiga preman itu merasakan aura dingin seakan. menyebar dari telapak kaki mereka ke seluruh tubuh mereka.

Sebelum mereka sempat bereaksi, tiba–tiba Ardika beraksi.

“Plak!”

“Plak!”

“Plak!”

Tiga tamparan beruntun dari Ardika membuat ketiga preman itu pingsan di tempat.

Ardika meletakkan Laina yang ada dalam pelukannya ke tempat tidur dengan perlahan, lalu bangkit dari tempat tidur dan menghampiri ketiga preman itu tanpa ekspresi.

Kemudian, dia berjongkok, mengeluarkan obat di dalam saku preman itu, lalu membuka bungkusan obat tersebut.

Dia membagi semua obat di dalam bungkusan itu menjadi tiga bagian, lalu memasukkannya ke dalam mulut tiga preman tersebut.

Pada akhirnya, dia menarik kerah baju ketiga preman itu dengan satu tangan, lalu membawa mereka keluar seperti membawa anjing mati.

Paviliun Manna.

Wulan baru saja selesai berendam air hangat. Dia kembali ke kamarnya dengan mengenakan pakaian renang dan berbalut handuk.

Dengan meminjam cahaya bulan, dia mengambil foto dirinya sendiri, lalu membuka obrolannya dan mengirimkan foto tersebut kepada Rocky.

“Tuan Muda Rocky, aku menunggumu.”

“Oke,”

Rocky segera mengirimkan pesan balasan yang disertai dengan sebuah emoji yang ada bentuk hati di kedua matanya.

“Luna, malam ini kamu akan dilecehkan oleh beberapa preman itu hingga nggak bernilai, sedangkan aku akan menaklukkan Rocky dan menjadi menantu Keluarga Mahasura ibu kota provinsi!”

Wulan tertawa dengan bangga, lalu menggunakan kartu kunci kamarnya untuk membuka pintu kamar.

“Tak!”

Begitu kartu kamar dicolok, semua ruangan di dalam kamar itu langsung terang benderang.

Wulan berjalan melewati ruang tamu, menuju ke kamar tidur. Tiba–tiba, dia dikejutkan oleh pemandangan di hadapannya.

Tiga orang preman sedang bangkit dari lantai dengan terhuyung–huyung.

Bagalkan terbakar apl gairah, tubuh ketiga pria itu terasa panas. Mereka menatap Wulan dengan lekat.

Melihat sorot mata menakutkan mereka, Wulan terkejut setengah mati. Dia langsung berteriak dengan nada melengking, “Siapa kalian?! Cepat keluar dari sini!”

“Eh? Aneh! Kenapa wanitanya berubah? Kenapa nggak secantik yang tadi?”

“Ganti, ya ganti! Biarkan saja! Aku nggak bisa menahan diri lebih lama lagi!”

“Ayo kita lakukan sekarang juga!”

Bagaikan binatang buas, ketiga preman itu langsung menerjang ke arah Wulan.

Pemandangan selanjutnya benar–benar memuakkan.

Suara deru napas ketiga preman yang terdengar seperti deru napas binatang buas, diiringi dengan teriakan histeris Wulan, bahkan kamar–kamar di sekitar kamar Wulan juga mendengar keributan itu.

Tepat pada saat ini, di bawah arahan dari seorang pelayan, Rocky berjalan menuju ke Content provided by NôvelDrama.Org.

kamar Wulan.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.