Chapter 130
Chapter 130
Bab 130
“Cepat ambil kotak P3K!”
Winnie menanggapinya dengan cepat, sangat tenang dan berpengalaman, melangkah cepat masuk ke kantor presdir.
Tracy tersentak, ia sangat ingin ikut masuk, namun hanya bisa menahan diri di luar. NôvelDrama.Org © content.
Terlebih, jika ia masuk sekarang, takutnya akan membawa masalah untuk Stanley
“Presdir Stanley, aku baru saja membawakan kotak obat untuk anda, kenapa anda buru–buru keluar seperti ini? Maaf, suasana hati presdir kami hari ini tidak bagus, biar aku antar ke rumah sakit...”
Suara Winnie terdengar.
“Tidak usah.” Stanley menuju ke toilet karyawan di sudut ruangan.
“Pak Deni, ini kotak P3K, di dalamnya ada obat pertolongan pertama.” Winnie memberikan kotak P3K ke Deni, “Mohon anda cek apakah bisa dipakai?”
“Terima kasih.” Deni mengambil kotak obat itu, “Kembali lah, aku yang akan mengurusnya.”
“Baik.” Winnie buru–buru kembali dan berkata kepada sekretaris lainnya, “Semuanya fokus dengan pekerjaan kalian, saat Presdir Stanley keluar, jangan menatapnya.”
“Baik.” seluruh sekretaris sangat tahu etika, semuanya mengerti bahwa Presdir Stanley juga memiliki harga diri, semakin banyak mata yang memandangnya, ia akan semakin malu.
Tracy mengerutkan kening dan berdiri di tempatnya bekerja, hatinya sangat tidak nyaman, ia tidak mengerti. Dengan status keluarga Stanley sekarang, mengapa Stanley harus merendah memohon
kepada Daniel?
Apakah bisnis yang ia jalankan sedang tidak bagus?
Mungkinkah satu–satunya pelanggan yang ada di dunia ini hanya Daniel?
Saat memikirkan ini, Stanley keluar, menutupi dahinya dengan sapu tangan, Deni mengikutinya dari belakang.
Tracy tidak dapat menahan diri untuk tidak meliriknya, dahinya masih mengeluarkan darah, jas putih yang dikenakan ada bekas darah, ia terlihat malu dan lesu.
Hati Tracy sangat sedih, ia mengepalkan tangannya dengan erat. Dia ingin sekali bertanya, namun tidak berani.
Tracy tidak bergerak sedikit pun sampai Stanley masuk ke dalam lift, Stanley mendongakkan kepala menatap Tracy, mata merahnya memperlihatkan rasa sakit yang tidak dapat digambarkan...
Tracy gemetar, matanya memerah.
Pintu lift tertutup, akhirnya Stanley pergi.
Tracy menundukkan kepala, hatinya sangat sedih.
“Tracy, kamu dan Bella tolong bersihkan kantor presdir.” Perintah Winnie.
“Ah? Aku...” Bella terkejut sampai gemetar, “Winnie, aku takut...”
“Takut apa?” Winnie berkata, “Kerja dengan baik, jangan bicara sembarangan, jangan lihat sembarangan. Presdir bisa marah.”
“Aku tahu.” Tracy membawa peralatan masuk ke kantor presdir.
Bella mengikuti Tracy, dan menariknya, “Tracy, nanti aku akan bersihkan pintu masuk, kamu bersihkan ruangan dalam, ok?”
“Ok.”
Tracy sama sekali tidak takut, ia bahkan ingin bertanya kepada Daniel, mengapa ia memukul orang lain, apakah ia sangat menyukai kekerasan?
Mereka mengetuk pintu dan masuk ke ruangan presdir, Daniel sedang memerintahkan Ryan, “Beritahu semuanya, Stanley tidak boleh melangkahkan kaki di gedung Sky Well tanpa ijinku!“.
“Baik!” Ryan langsung melaksanakan perintah.
Bella menunduk, dengan gemetar memungut serpihan kaca di depan pintu.
Tracy berjalan sampai ke depan meja kantor, berlutut di atas lantai sambil merapikan dokumen– dokumen yang tercecer, melihat darah Stanley bercucuran dari sini
sampai ke depan pintu...
Hatinya merasa sesak, ada kemarahan yang membara.
“Tidak perlu dibersihkan, keluar dulu.” Daniel berkata.
“Baik...”
“Apakah Presdir Daniel tidak takut bau darah?” Tracy tiba–tiba bertanya dengan dingin, “Atau sudah terbiasa dengan kekerasan seperti ini?”
Ryan menarik napas dalam, ingin mengingatkan Tracy bahwa di saat seperti ini jangan melawan Presdir Daniel, namun ia tidak berani membuka mulutnya.
Bella tercengang, apakah Tracy sudah gila? Berani–beraninya dia melawan Presdir Daniel seperti ini?
Jika dia tidak ingin hidup, jangan libatkan aku!!
“Kamu bertanya padaku?” Daniel menatap Tracy dengan dingin.
Bella bergidik, terkejut sampai kedua kakinya menjadi lemas.
“Keluar.” Daniel memerintahkan Bella untuk keluar, namun matanya tetap menatap
Tracy.
Bella melarikan diri ketakutan.
Ryan yang paham situasi juga ikut pergi.