Menantu Pahlawan Negara

Bab 117



Bab 117 Arini Wenintia

“Ya, kamu nggak lebih dari seorang pecundang dan menantu idiot. Ke depannya, kamu sama sekali nggak bisa dibandingkan dengan kami!” 

“Aku lihat dia hanya iri dengan kita!”

James dan ketiga orang pria lainnya terlihat sangat bangga. 

Hanya dengan memfitnah Delvin, nasib mereka berubah. 

Mereka meyakini pilihan itu adalah pilihan paling tepat yang mereka ambil seumur hidup mereka. 

‘Dasar idiot! Kalian belum tahu kejutan besar apa yang sudah kupersiapkan untuk kalian!‘ Ardika hanya mencibir dalam hati tanpa ingin beromong kosong dengan 

mereka lagi. 

“James, Herman, kalian juga di sini?”

Tepat pada saat ini, tiba–tiba terdengar suara seorang wanita dari kejauhan. 

Seorang wanita cantik yang mengenakan gaun merah berjalan ke arah mereka. Sontak saja kehadiran wanita secantik itu menarik perhatian banyak tamu 

undangan pria. 

“Arini, kamu sudah datang, ya!” 

Begitu melihat kedatangan wanita itu, James dan yang lainnya segera 

menyambutnya. 

‘Arini?‘

Begitu mendengar nama itu, kilatan dingin langsung melintas di mata Ardika. 

Dia ingat kala itu Arini Wenintia adalah murid yang menempati peringkat depan di kelas, peringkat wanita itu hanya di bawah Delvin. 

Arini sering meminta bantuan Delvin untuk mengajarinya pelajaran yang kurang dipahaminya. Lama kelamaan, keduanya mulai menyimpan rasa satu sama lain. 

1/3 

Waktu itu Arini juga tampak sangat menyukai Delvin. 

Setiap kali teman–teman sekelas bersorak untuk memasangkan mereka, wajah dan telinga wanita itu pasti memerah. Dengan tersipu, dia meminta teman–teman 

sekelasnya untuk berhenti berbicara sembarangan. 

Bahkan, Arini sempat bergabung dalam kelompok kecil yang beranggotakan Ardika, Luna dan Delvin. Mereka sering berkumpul bersama. 

Kejadian itu sudah lama berlalu. Saat ini, Ardika sendiri juga tidak bisa memastikan apakah waktu itu Arini benar–benar menyukai Delvin atau hanya sekadar berpura- 

pura saja. 

Namun, satu hal yang Ardika ingat dengan jelas yaitu, orang yang memfitnah Delvin curang dan menghancurkan hidup Delvin adalah wanita ini! 

“Arini, sekarang kamu sangat hebat, ya. Setelah lulus, kamu melanjutkan pendidikanmu di universitas terkenal luar negeri. Lalu, begitu pulang kamu langsung mendirikan perusahaan sendiri, perkembangan kariermu benar–benar 

sangat pesat….” 

James dan beberapa pria lainnya mengerumuni Arini dan menjilatnya. 

Tentu saja mereka sangat tertarik pada teman lama mereka yang cantik ini. 

Arini tersenyum dan berkata dengan rendah hati, “James, perkembangan karier kalian juga pesat. Kalian sudah bergabung dengan Asosiasi Bahan Bangunan dan menduduki posisi yang tinggi.” 

“Sekarang Asosiasi Bahan Bangunan sudah memonopoli industri bangunan di Kota Banyuli. Ke depannya, aku bisa lebih mudah menjalin relasi dengan Asosiasi Bahan Bangunan kalau ada kalian.“, 

Setelah mendengar kata–kata wanita cantik itu, sontak saja James dan yang lainnya menjadi percaya diri kembali. 

Saat ini, Arini mengalihkan pandangannya ke arah Ardika dan bertanya dengan penasaran, “James, siapa ini? Apa dia adalah teman lama kita? Sebelumnya aku lihat kalian sedang mengobrol dengannya.” 

2/3 

Dia merasa Ardika tampak sangat tidak asing, tetapi untuk sesaat dia tidak bisa mengenali pria di hadapannya itu. 

“Arini, dia memang teman lama kita. Coba kamu perhatikan baik–baik, kamu pasti akan bisa mengenalinya. Saat duduk di bangku sekolah, orang yang paling populer adalah dia,” kata James dengan nada menyindir. 

Ketiga pria lainnya langsung tertawa. 

Setelah mengamati pria di hadapannya dengan saksama, tiba–tiba Arini teringat siapa dia. “Kamu … kamu adalah Ardika!”

“Ya, aku adalah Ardika.” 

Ardika menganggukkan kepalanya dan berkata dengan nada serius, “Sahabat 

Delvin, Ardika.” 

Begitu mendengar nama Delvin, ekspresi Arini langsung berubah. 

Tidak hanya wanita itu, ekspresi James dan yang lainnya juga berubah. 

Ardika menatap Arini dengan lekat dan berkata dengan nada dingin, “Arini, kenapa waktu itu kamu memfitnah Delvin berbuat curang?!”

“Ardika, kamu pikir kamu siapa sampai–sampai menginterogasiku seperti itu?” 

Setelah mendengar ucapan Ardika, senyuman di wajah Arini langsung menghilang tanpa meninggalkan jejak dan digantikan dengan ekspresi dingin. Dia memelototi pria di hadapannya dengan sorot mata meremehkan. 

Kata–kata yang keluar dari mulut Ardika, seolah–olah sudah membuka rahasia yang tersimpan di dalam lubuk hatinya. 

Karena itulah, ekspresinya langsung berubah seratus delapan puluh derajat. RêAd lat𝙚St chapters at Novel(D)ra/ma.Org Only

Pada saat bersamaan, keempat orang pria itu juga ikut mencibir. 


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.