Menantu Pahlawan Negara

Bab 175



Bab 175 Mereka Adalah Prajurit

“Renaldi, aku bisa menyetujui persyaratan apa pun selain yang satu ini!”

Luna menatap Renaldi dengan tatapan memohon.

“Kalau begitu, aku hanya bisa meminta anggota Keluarga Unima untuk membunuh

suamimu.”

Renaldi mengambil ponselnya dan menghubungi Sharon, lalu bertanya, “Apa

menantu pecundang Keluarga Basagita itu sudah pergi ke kediaman Keluarga

Unima?”

“Benar, Tuan Muda Renaldi,” jawab Sharon dari ujung telepon.

Renaldi menatap wajah Luna yang sudah pucat pasi dan berkata, “Kalau begitu,

bunuh dia sekarang juga!”

Nada bicaranya sangat santai, seolah-olah sedang menginstruksikan anggotaThis material belongs to NôvelDrama.Org.

Keluarga Unima untuk membunuh seekor semut.

“Aku mohon padamu, jangan lakukan itu.

Luna benar-benar putus asa.

Kenapa Renaldi bisa bertindak semena-mena seperti itu?!

Kenapa tidak ada orang yang datang untuk menundukkannya?!

Di ujung telepon, setelah terdiam selama beberapa detik, suara Sharon baru terdengar. “Maaf, Tuan Muda Renaldi.”

Renaldi tertegun sejenak, lalu bertanya, “Kenapa kamu tiba-tiba meminta maaf? Sharon, apa maksudmu

“Apa kamu belum mengerti maksudnya? Dia nggak berani menjalankan instruksimu.

Tiba-tiba, suara dingin seseorang terdengar.

Sekujur tubuh Luna langsung bergetar. Dia buru-buru mengalihkan pandangannya.

ke arah pintu.

“Ardika!” seru Renaldi dan Luna hampir pada saat bersamaan.

“Seluruh hotel ini di bawah kendali anggota Keluarga Hamdani, bagaimana kamu

bisa masuk ke sini?!” tanya Renaldi dengan ekspresi tidak percaya. Dia menatap

Ardika dengan lekat, samar-samar terlihat sorot mata ketakutan di matanya.

Ardika bukan hanya berhasil masuk ke dalam hotel dengan mulus, dia bahkan bisa

memasuki kamar ini tanpa disadari oleh siapa pun.

Kamar mewah ini diperuntukkan khusus untuk Renaldi.

Tanpa instruksi darinya, jangankan masuk ke kamar ini, orang luar bahkan tidak

bisa naik ke lantai paling atas ini!

Ardika hanya menanggapinya dengan tertawa dingin, dia sangat malas menjawab

pertanyaan pria itu.

Dia langsung berjalan ke hadapan Renaldi, menjambak rambut pria itu, lalu menghantamkan kepalanya ke atas meja kaca.

“Ah

Setelah dihantam dengan keras beberapa kali, meja kaca itu langsung pecah, sedangkan Renaldi berteriak histeris.

Kemudian, Ardika mencengkeram leher pria itu, mengangkat pria itu melewati kepalanya, lalu menghantamkannya ke lantai.

Renaldi langsung terjatuh dalam posisi berlutut di hadapannya. Karena hantaman keras itu, tulang lututnya langsung patah!

Dalam sekejap, suara teriakan histeris Renaldi menggema di seluruh ruangan itu.

Ardika tetap tidak berencana melepaskannya. Dia langsung mengayunkan lengannya dan meninju wajah pria itu.

Kalau bukan karena dia tiba tepat waktu, hari ini Luna pasti sudah dilecehkan oleh pria bajingan ini.

“Ardika, cepat hentikan! Kalau kamu memukulnya seperti itu terus, dia pasti akan

mati, lalu kamu akan ditangkap ke penjara!”

Melihat Renaldi sudah dalam kondisi sekarat dihajar oleh Ardika, Luna buru-buru menarik lengan suaminya.

Ardika langsung menendang dagu Renaldi, sampai-sampai pria itu pingsan di

tempat.

Tentu saja dia tidak mungkin membunuh Renaldi di hadapan Luna.

“Sayang, ayo kita pulang,” kata Ardika pada Luna dengan lembut sambil

menggenggam tangan istrinya.

Setelah kejadian yang dialaminya sebelumnya karena Tony, kali ini Luna sudah jauh lebih tenang.

Dia menggelengkan kepalanya dan berkata, “Tapi, sekarang aku masih belum bisa pulang. Aku harus pergi ke kediaman Keluarga Unima untuk memohon pada mereka melepaskan Handoko biarpun aku yang harus menggantikannya berlutut di hadapan mereka dan ditampar!”

Ardika berkata, “Aku sudah membawa Handoko kembali ke lokasi konstruksi. Dia

sudah baik-baik saja.”

“Benarkah?”

Luna menatap Ardika dengan tatapan terkejut, tetapi dia percaya Ardika tidak mungkin membohonginya menyangkut hal seperti ini. Karena itulah, dia mengikuti suaminya keluar dari kamar tersebut.

Begitu keluar dari hotel, dia melihat ada banyak prajurit yang berdiri di sana.

Selain itu, samar-samar bau amis darah yang membuatnya mual menyelimuti udara.

“Ardika, siapa mereka?”

Secara refleks, Luna menggandeng lengan Ardika dengan erat. Tidak tahu kenapa, selama dia berada di sisi Ardika, dia baru bisa merasa tenang dan aman.

Ardika berkata, “Oh, mereka adalah prajurit.”

“Tentu saja aku tahu mereka adalah prajurit. Maksudku, apa kamu yang memanggil

mereka ke sini?”

Luna memutar matanya.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.