Bab 179
Bab 179 Thomas
Keesokan harinya, Luna kembali disibukkan dengan urusan pekerjaannya.
Hari ini dia sudah janjian dengan Kresna Tanaka, kepala Bank Banyuli untuk
membicarakan tentang pinjaman, sedangkan Ardika tetap berada di rumah
mengerjakan pekerjaan rumah.
Sebelum dia sempat menyelesaikan pekerjaan rumahnya, Draco yang mengenakan
kacamata hitam datang menemuinya.
Saat Ardika berjalan keluar, dia melihat berjongkok sambil mengisap rokok di tepi
danau, sama sekali tidak terlihat seperti seorang komandan.
“Ardika, kelak kamu jangan berhubungan dengan orang-orang yang nggak jelas.”
Kebetulan, Desi berjalan kembali sambil mendorong kursi roda Jacky. Melihat
pemandangan itu, dia langsung memarahi Ardika.
Kala itu, saat anak buah si Gigi Emas datang untuk menyita rumah mereka, Draco
mematahkan lengan Bambang dan mengusir preman-preman itu. Saat itu, Desi
sangat berterima kasih padanya.
Namun, setelah dipikir-pikir kembali, dia merasa ketakutan.
Draco melakukan tindakan kejam itu tanpa ragu, sepertinya dia bukanlah orang baik.
Terutama setelah kali ini putranya tertimpa masalah, dia makin tidak suka anggota
keluarganya berhubungan dengan orang seperti ini.
“Bibi, aku adalah orang baik-baik,” kata Draco sambil tersenyum.
Kalau orang lain yang mengatainya seperti itu, dia pasti sudah melayangkan tamparan ke wajah orang tersebut.
Namun, wanita paruh baya di hadapannya ini adalah ibu mertua bosnya, jadi tentu
saja dia tidak berani.
Desi hanya mendengus, lalu mendorong kursi roda Jacky masuk ke dalam rumah.
Wanita paruh baya itu masih tidak menyadari bahwa orang yang dikatainya sebagai
TAL
orang tidak jelas itu adalah Komandan Draco, yang bahkan tidak bisa dijilat oleh tiga keluarga besar.
“Ada apa?” tanya Ardika sambil berjalan menghampiri pria itu.
Drace tersenyum dan berkata, Thomas sudah dipindahkan ke tim tempur Provinsi Denpapan dan menjabat sebagai komandan. Karena mendengar Bos berada di Kota Banyuli, dia bersikeras ingin menyelenggarakan upacara peresmian jabatannya di Kota Banyuli, bahkan memohon padaku untuk mengundangmu berpartisipasi dalam upacara itu.”
“Thomas? Dia juga sudah menjalani pelatihan khusus seperti Wolf, ‘kan?”
Setelah berpikir sejenak, Ardika sudah ingat Thomas siapa.
Saat itu, orang-orang yang dilatihnya cukup banyak. Orang-orang ini ada yang tetap
menjadi bawahannya, ada pula yang bergabung di tim tempur lainnya.
Draco menganggukkan kepalanya dan berkata, “Setelah pelatihan berakhir, orang-
orang itu memang menunggu Bos pribadi yang memberikan lencana lulus pelatihan
kepada mereka. Tapi, karena terjadi situasi darurat saat itu, pemberian lencana
nggak sempat terlaksana. Hal ini menjadi penyesalan terbesar bagi mereka yang
mengikuti pelatihan kala itu.”
Karena Draco sudah berbicara seperti itu, Ardika hanya bisa menganggukkan
kepalanya.
“Oke, aku akan menghadiri upacara itu.”
Saat Ardika dan Draco sedang mengobrol santai, diam-diam Handoko berlari keluar
dan menghampirinya.
“Kak, apa kamu bisa membawaku keluar?”
Dia juga ikut berjongkok dan memanggil Draco dengan panggilan “Kakak”.
Draco tersenyum sambil menepuk-nepuk pundak pemuda itu. “Haha, karena kamu
sudah memanggilku Kakak, mulai sekarang kamu adalah adikku. Kelak, kalau ada masalah, telepon aku saja. Biarpun kamu membuat masalah besar, aku akan
membantumu membereskannya!”Nôvel/Dr(a)ma.Org - Content owner.
24
Handoko hanya menanggapinya dengan seulas senyum. Dia masih tidak menyadari makna kata-kata yang diucapkan oleh pria itu.
“Cepat pergi sana!”
Ardika langsung menendang Draco pergi, lalu bertanya pada Handoko, “Kenapa
harus aku yang membawamu keluar?”
“Ibu sudah berpesan pada kepala pelayan, nggak mengizinkanku meninggalkan Vila
Cakrawala,” kata Handoko dengan ekspresi getir.
Kejadian kemarin sudah membuat Desi terkejut setengah mati. Sepulang dari lokasi
konstruksi, dia langsung melarang putranya keluar rumah.
“Tapi, hari ini aku sudah janjian dengan teman-teman. Aku nggak mungkin
mengingkari janji, ‘kan? Kalau aku keluar bersama kakak ipar, Ibu baru merasa
tenang,” kata Handoko dengan nada memelas.
Karena adik iparnya hanya ingin berkumpul dengan teman-teman, Ardika langsung menyetujui permintaannya tanpa ragu.
Mendengar Ardika juga ikut keluar bersama putranya, Desi benar-benar
mengizinkan putranya keluar.
Karena kemarin Ardika berhasil membawa pulang Handoko dari kediaman
Keluarga Unima, sepertinya pandangan Desi pada menantunya itu sudah banyak
berubah.
“Di mana lokasinya?” tanya Ardika begitu mereka masuk ke dalam mobil.
“Hotel Puritama.”
‘Eh, kebetulan sekali,’ kata Ardika dalam hati. Kemudian, dia langsung melajukan
mobilnya meninggalkan kompleks vila.
Di dalam sebuah ruang pribadi Hotel Puritama, ada belasan orang pria dan wanita di
dalamnya.
Para wanita itu sedang sibuk berfoto dengan berbagai macam gaya.
“Wah, beberapa hari yang lalu, Adrian dan Derick datang ke Kota Banyuli dan
menginap di Hotel Puritama. Setelah liburan, akhirnya aku bisa berfoto di tempat ini
dan mengunggahnya di akun media sosialku. Melihat aku berkunjung ke hotel tempat dua artis terkenal itu menginap, teman sekamarku pasti akan sangat iri
padaku!”
O-15 BONUS