Menantu Pahlawan Negara

Bab 593



Bab 593 Setelah Luka Sembuh Lupa Rasa Sakitnya

Besok Thomas hendak berangkat ke Kota Banyuli untuk menghadiri acara peresmian jabatannya. 1

Ferdi bertugas tetap berada di markas, jadi dia hanya bisa meminta orang lain untuk mewakilinya menghadiri acara tersebut.

Paling tidak, mereka sudah berkesempatan untuk menghadiri acara peresmian jabatan besok, tentu saja hal ini membuat keluarga Doni dan Luna sekeluarga sangat senang.

Luna juga mengajukan permohonannya. “Paman, besok saat Paman bertemu dengan Dewa Perang. bisakah Paman membantu mengucapkan beberapa patah kata yang baik tentang Ardika?”

“Mengucapkan beberapa patah kata yang baik tentang Ardika, ya? Hmm, boleh saja.”

Doni benar–benar sudah tidak sadar diri. Dia memanfaatkan kesempatan ini untuk mengajukan permintaan kepada Luna. “Kalau kalian berdua bercerai, aku akan menyetujui permintaanmu. Aku akan memohon pada Tuan Dewa Perang untuk memaafkannya.”

Begitu mendengar permintaan pamannya, Luna tidak berbicara lagi.

“Orang ini diibaratkan seperti setelah lukanya sembuh, maka lupa rasa sakitnya. Sepertinya menulis aturan menjaga rahasia sebanyak dua ratus kali masih nggak membuatmu jera juga.”

Ardika menggelengkan kepalanya. Kemudian, dia mengeluarkan ponselnya dan mengirimkan sebuah

pesan.

Doni memelototi Ardika dan berkata, “Eh, idiot, kamu sedang memarahi siapa? Hah?!”

Kemudian, dia bangkit, menggulung lengan bajunya dan hendak memukuli Ardika.

Karena Futari menarik lengannya dengan erat, dia baru gagal melancarkan aksinya.

Tak lama kemudian, tiba–tiba beberapa orang yang mengenakan setelan prajurit berjalan masuk ke

dalam vila.

“Doni, kami adalah anggota tim tempur Kota Banyuli yang bertugas untuk mendisiplinkan para prajurit yang nggak tahu aturan. Kami menerima laporan bahwa kamu diduga telah melakukan penyelewengan

kekuasaanmu dan menerima suap dari orang lain. Silakan ikuti kami untuk menjalani pemeriksaan.”

“Siapa yang menerima suap? Siapa yang menerima suap?! Ah! Siapa yang membuat laporan dengan

sembarangan seperti ini! Jelas–jelas ada orang yang sedang mencelakaiku!”

Doni benar–benar panik.

“Kalau begitu, semua ini apa?”

Pemimpin beberapa prajurit itu berjalan ke arah bungkusan–bungkusan besar dan kecil yang baru diterima oleh Doni dari dua keluarga besar dan menunjuk–nunjuk bungkusan–bungkusan tersebut,

Sontak saja hal itu langsung membuat mata Doni terbuka lebar.

Bungkusan–bungkusan itu adalah hadiah yang diberikan oleh Keluarga Hamdani dan Keluarga Santosa

padanya.

Tadi dia baru membanggakan diri dengan memamerkan hadiah–hadiah tersebut.

Doni membuka mulutnya, hendak memberi penjelasan, tetapi di saat seperti ini dia tidak tahu harus

memberi penjelasan apa lagi.

“Ayo ikut dengan kami!”

Dua prajurit menghampiri Doni, masing–masing dari mereka menarik satu lengan Doni.

“Aku …. Besok aku harus berpartisipasi dalam acara peresmian jabatan Kapten Thomas, aku juga harus mewakili atasanku untuk menemui Dewa Perang! Kalian nggak bisa menangkapku!” kata Doni dengan panik. Di saat seperti ini, dia terpaksa membawa–bawa nama atasannya.

“Jelas–jelas kamu sudah melanggar peraturan, tapi kamu malah ingin menemui Dewa Perang? Apa yang

sedang kamu pikirkan?(”

Beberapa prajurit itu langsung menarik Doni pergi.

Begitu Doni dibawa pergi suasana di ruang tamu langsung berubah menjadi hening dan tegang.

Suasana hening dan tegang itu berlangsung cukup lama. Tiba–tiba, Amanda memelototi Ardika dan berkata, “Dasar idiot! Pasti kamu yang melaporkan Doni, “kan?!”

“Bibi, apa salahnya aku melaporkannya? Aku nggak menuduhnya dengan tuduhan nggak berdasar.”

Ardika tersenyum tipis dan berkata, “Untung, kali ini suap yang Paman terima nggak terlalu banyak. Boleh dibilang pelanggarannya masih ringan. Paling dia hanya akan dikurung selama dua hari dan menulis surat introspeksi diri saja.”

*Aku sedang menyelamatkannya, agar lain kali dia nggak melakukan kesalahan yang fatal dan nggak

bisa terselamatkan lagi.”

Amanda memelototi Ardika sambil menggertakkan giginya. Jelas–jelas idiot ini yang sudah mencelakal

Doni, tapi dia malah berpura–pura seolah melakukan hal itu demi kebaikan Donil maki Amanda dalam

hati.

Dia sangat kesal pada Ardika, tetapi dia juga tidak tahu bagaimana caranya membantah ucapan Ardika:

Orang–orang lainnya merasa ucapan Ardika cukup masuk akal. Content is © 2024 NôvelDrama.Org.

Setelah orang–orang lainnya menengahi mereka berdua, masalah itu pun berlalu.

Keesokan paginya.

Saat mereka sedang sarapan, Ardika berkata pada Luna, “Sayang, ini adalah hari peringatan kematian

Delvin, kamu nggak perlu ke kantor, ya.”

*Kamu ikut bersamaku ke Vila Pelarum untuk memberi penghormatan padanya, sekalian melihat

bagaimana tiga keluarga besar memberi penghormatan kepada Delvin.”

“Ayah, Ibu, kalian juga ikut.”

Kemarin, saat berada di Vila Pelarum, semua orang tidak memercayai ucapannya.

Bahkan, Desi dan Luna marah padanya karena hal ini.

Hari ini, dia ingin membuktikan kepada keluarganya bahwa dia benar–benar mampu melakukan apa

yang dia katakan.

“Untuk apa kami ikut pergi? Untuk menjadi bahan cemoohan orang lain?”

Desi mendengus, sangat jelas bahwa dia tidak bersedia pergi.

Luna menggelengkan kepalanya dan berkata, “Mulai kemarin sore, Vila Petarum sudah diblokade oleh tim tempur. Kami nggak bisa pergi ke sana, kamu saja yang pergi. Nanti Tuan Muda Liander akan

datang menjemputmu.”

Tentu saja Luna ingin pergi. Dia ingin mengawasi Ardika, agar Ardika tidak salah bicara di hadapan

Dewa Perang.

Namun, Liander hanya menyetujui untuk membawa Ardika bersamanya.

“Liander akan datang menjemputku?” tanya Ardika dengan kebingungan.

Luna berkata, “Keluarga Septio sudah berhasil membeli tiket masuk. Setelah bersusah payah membujuknya, dia baru bersedia membawamu ikut bersamanya.” 16


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.