Menantu Pahlawan Negara

Bab 594



Bab 594 Bagaimana Kamu Bisa Menyelinap Masuk

“Ingat baik–baik, nanti kamu harus bersikap sedikit lebih sopan pada Tuan Muda Liander. Walau ucapannya sedikit nggak enak didengar, sekarang hanya dia yang bisa membantumu.”

Luna memperingatkan Ardika dengan nada bicara yang serius. “Setelah bertemu dengan Dewa Perang, kamu juga harus menjaga sopan santunmu. Selain merupakan seorang tokoh hebat, dia adalah

pahlawan negara.”

“Oke, aku mengerti.”

Melihat istrinya bersusah payah membujuknya, seolah–olah takut dia salah berbicara dan salah bertindak, Ardika hanya bisa menganggukkan kepalanya.

Karena Luna sekeluarga tidak bersedia untuk ikut bersamanya, Ardika juga tidak berdaya.

Pukul sembilan.

Luna membawa Ardika menunggu di depan pintu gerbang Kompleks Vila Bumantara.

Tak lama kemudian, sebuah mobil balap Maybach melaju dan berhenti di hadapan mereka.

Sopir membuka pintu kursi penumpang belakang, Liander pun keluar dari mobil.

“Tuan Muda Liander, maaf merepotkanmu,” kata Luna.

Liander melambaikan tangannya, lalu melirik Ardika dan berkata, “Masuklah.”

“Ardika, ingat, setelah kamu sampai di lokasi, jangan berbicara sembarangan….”

Setelah memperingati Ardika sekali lagi, Luna baru mengendarai mobilnya ke perusahaan.

Liander yang duduk di samping Ardika berkata dengan nada menyindir, “Sebagai seorang pria, kamu malah membuat istrimu mengkhawatirkanmu. Aku benar–benar sangat mengagumimu.”

“Apa kamu iri padaku karena aku punya istri sebaik itu?” kata Ardika dengan acuh tak acuh.

Kilatan rumit melintas di wajah Liander.

Ucapan Ardika cukup menyakiti hatinya.

Sepulang dari restoran kemarin, makin dia memikirkan kejadian di restoran, rasa sukanya pada Luna

makin kuat.

Sebagai anggota keluarga terkemuka, dia sudah sering melihat pernikahan yang hanya mementingkan keuntungan, suami istri saling menjebak satu sama lain.

Jadi, dia makin merasa wanita tulus seperti Luna benar–benar sulit didapatkan.

Kalau memiliki istri sebaik itu, apa lagi yang diinginkan oleh seorang suami?

“Ardika, kamu nggak tahu sopan santun saat berbicara dengan majikanmu?”

Liander mendengus dingin dan berkata, “Kamu harus tahu jelas identitasmu sendiri. Sekarang identitasmu adalah pelayanku!”

“Pelayan?”

Ardika mengerutkan keningnya. ‘Sejak kapan aku menjadi pelayan Liander?‘

“Luna nggak memberitahumu?”

“Dia benar–benar seorang wanita yang baik. Dia khawatir kamu terluka, dia selalu menjaga harga dirimu.

Liander berkata dengan nada menyindir, “Hari ini, kamu berpartisipasi dalam acara peresmian jabatan Kapten Thomas dengan identitas sebagai pelayan Keluarga Septio.”

“Jangan merasa terhina, kalau bukan karena aku menyetujui permohonan Luna, kamu bahkan nggak

akan bisa masuk ke Vila Pelarum!”

Ardika benar–benar tidak berdaya.

Mengapa Luna tidak memercayainya dan bersikeras untuk memohon bantuan Liander untuk

membawanya ke Vila Pelarum.

“Ardika, ingat baik–baik, setelah sampai di Vila Pelarum, kamu harus menjaga sopan santunmu pada NôvelD(ram)a.ôrg owns this content.

dan mengingat identitasmu adalah pelayanku setiap saat!”

Liander masih bersikap arogan layaknya seorang majikan.

Ardika hanya tersenyum tipis tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

‘Mari kita lihat pada akhirnya siapa yang akan menjadi pemenangnya.‘

Tak lama kemudian, mereka pun tiba di Vila Pelarum.

Setelah didekorasi seharian, Vila Pelarum sudah tampak seperti vila baru.

Banyak mobil tentara yang terparkir dengan rapi.

Di depan barisan mobil tentara, para prajurit sudah membentuk barisan–barisan dengan rapi.

Para prajurit ini tidak bisa dianggap remeh, mereka adalah prajurit elite yang dipilih secara khusus dari seratus ribu anggota tim tempur Kota Banyuli.

Hari ini mereka bisa berada di sini dan menerima penilaian dari Dewa Perang adalah hadiah bagi

mereka.

Area tunggu di dalam Vila Pelarum sudah dipenuhi oleh orang–orang.

Masing–masing keturunan langsung dari tiga keluarga besar mencapai angka seratus orang, semuanya berada di lokasi dan terlihat sangat senang sekaligus bersemangat.

Selain tiga keluarga besar, juga ada orang–orang lainnya yang berhasil membeli tiket.

Orang–orang yang mampu mengeluarkan uang sebesar dua triliun untuk membeli tiket masuk, tentu saja bukan orang yang kekurangan uang.

Kebanyakan dari mereka adalah anggota dari keluarga terkemuka yang memiliki aset puluhan miliar.

“Tuan Muda Liander dari Keluarga Septio Provinsi Aste sudah tiba!”

“Tuan Muda Liander, selamat datang, selamat datang!”

Begitu Liander tiba, suasana menjadi gempar.

Anggota beberapa keluarga terkemuka langsung mengajaknya untuk mengobrol bersama.

Ardika tidak mengikutinya.

“Eh, Ardika? Ternyata kamu juga datang?”

Tepat pada saat ini, beberapa pria dan wanita muda berjalan menghampirinya dan berkata dengan nada

tajam, “Dasar pecundang! Bagaimana kamu menyelinap masuk ke sini?!” (18)


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.