Menantu Pahlawan Negara

Bab 595



Bab 595 Korban Penyiksaan

James, Herman, Jimmy, Yudis.

Kerry, Gisel.

Orang–orang yang muncul di hadapan Ardika ini adalah orang–orang yang secara khusus “diundang” olehnya ke Vila Pelarum melalui Jesika.

Ardika tidak menanggapi pertanyaan Gisel, dia malah bertanya dengan penuh minat, “Eh? Kenapa kalian berenam bergabung bersama–sama?”

Seharusnya dua kelompok orang ini tidak salah mengenal satu sama lain.

Begitu Ardika membahas topik pembicaraan itu, ekspresi bangga langsung terpampang jelas di wajah

keenam orang itu.

“Orang–orang luar yang hadir di sini, baik Tuan Muda Liander yang berasal dari keluarga terkemuka maupun Fiona yang merupakan seorang artis terkenal, bahkan tiga keluarga besar harus mengeluarkan uang sebesar dua triliun untuk membeli tiket masuk.”

James tertawa dan berkata, “Hanya kami berenam yang diundang secara khusus oleh tim tempur Kota

Banyuli!”

“Bahkan dengar–dengar ini adalah maksud dari Dewa Perang sendiri!”

“Dengar–dengar, Kediaman Dewa Perang sedang mencari orang yang berbakat. Seharusnya kami berenam menjadi perwakilan orang berbakat Kota Banyuli dan diakui oleh Tuan Dewa Perang!”

“Hari ini adalah permulaan masa depan cerah kami!”

“Orang yang unggul tentu saja berinteraksi dengan sesama orang unggul. Apa hal seperti ini saja sulit NôvelDrama.Org copyrighted © content.

kamu pahami?”

Orang–orang lainnya juga ikut berkomentar.

Karena diundang untuk menghadiri acara peresmian jabatan ini, tentu saja mereka merasa sangat

senang.

Mereka mengira mereka diakui oleh Dewa Perang dan hari ini adalah permulaan dari masa depan cerah

mereka.

Melihat keenam orang itu tampak senang dan bersemangat, Ardika pun tertawa.

Saat mereka mengetahui kebenaran di balik “undangan khusus” ini, kemungkinan besar mereka bahkan

kesulitan untuk meneteskan air mata.

“Ardika, jangan mengubah topik pembicaraan. Pecundang sepertimu nggak mungkin mendapatkan

undangan.”

Gisel menyilangkan lengannya di depan dadanya dan berkata dengan dingin, “Katakan dengan jujur! Bagaimana kamu bisa menyelinap masuk ke sini?!”

“Ya, benar! Katakan dengan jujur! Jangan harap kamu bisa lolos begitu saja!”

“Apa kamu pikir pecundang sepertimu layak untuk bergabung bersama sekelompok orang unggul

seperti kami? Kami pasti akan mengusirmu keluar dari sini!”

Lima orang lainnya juga mendesak Ardika untuk mengatakan bagaimana Ardika bisa masuk ke sini.

“Ya, berjalan masuk saja,” kata Ardika dengan acuh tak acuh.

Dia sama sekali tidak tertarik untuk berinteraksi dengan sekelompok orang yang tidak tahu diri ini.

“Apa katamu? Berjalan masuk? Eh, idiot, kamu sedang membohongi siapa? Setiap orang yang

memasuki tempat ini memiliki izin masuk!”

Saat ini, sekelompok besar orang berjalan ke arah mereka.

Totalnya bahkan mencapai lebih dari seratus orang!

Mereka adalah anggota tiga keluarga besar yang dipimpin oleh kepala keluarga tiga keluarga besar.

Orang yang berbicara adalah Oliver.

Menghadapi berbagai macam sorot mata yang tertuju ke arahnya, Ardika berkata dengan ekspresi tenang, “Izin masuk hanya dipersiapkan untuk orang–orang seperti kalian. Aku nggak membutuhkannya.”

Mendengar ucapan Ardika, semua orang tertawa dingin.

Bagaimana mungkin mereka memercayai ucapan Ardika.

“Ardika, aku harap setelah hari ini berlalu, kamu masih bisa berbicara dengan percaya diri seperti ini!”

Saat ini, kerumunan orang membuka jalan. Fiona mendorong Handi yang duduk di kursi roda untuk

menghampiri Ardika.

Kedua kakinya tampak terbalut dengan tebal.

Wajahnya tampak memerah seperti orang sakit, bulir–bulir keringat terus bercucuran di dahinve, seolah- olah dia sedang menahan rasa sakit yang luar biasa setiap saal.

Ya, dia adalah Handi yang kedua kakinya diinjak oleh Ardika sampai palah

Ardika sama sekali tidak terkejut pada ancaman yang dilontarkan oleh pria lu. Dia tersenyum tipis dan! bertanya, “Handi, aku dengar bukankah kedua kakimu akan diampulasi, kenapa kamu masih bisa datang

ke sini?”

Handi memelototi Ardika dan berkata sambil menggertakkan giginya, “Karena aku mau melihat dengan mata kepalaku sendiri kamu berlutut memohon pengampunan di hadapanku!”

Sorot mata Handi dipenuhi dengan kebencian yang mendalam.

“Tapi, permohonan pengampunanmu itu sudah nggak ada artinya laul.”

“Aku akan menggunakan cara yang paling kejam untuk menyiksa jiwa dan ragamu!”

“Aku akan membuat kamu melihat dengan mata kepalamu sendiri bagaimana Luna menjadi pelayanku dan menggunakan berbagai macam cara untuk menyanjungku dan melayaniku!”

“Lalu, aku akan menjadikanmu sebagai korban penyiksaan dan menyiksamu dengan berbagai macam

cara!”

“Aku akan memotong kedua lengan dan kakimu, mengorek matamu, memotong telingamu, memotong lidahmu, mencukur habis rambut dan alismu, lalu melemparkanmu ke dalam jamban. Setelahnya, aku akan memberimu infus untuk menggantung nyawamu,”

“Aku akan membiarkanmu tetap hidup selama satu bulan, lalu mati setelah mengalami berbagal

penderitaan!” a


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.