Bab 136
Bab 136 Semuanya Berlutut
*Ardika, aku akui aku bersalah. Aku nggak akan mengincarmu lagi. Tolong lepaskan
aku, lepaskan Keluarga Susanto….”
Budi berlutut di hadapan Ardika dan terus bersujud sambil memohon pengampunan.
Setelah status Ardika sebagai komandan misi kali ini terekspos, dia tahu riwayatnya
sudah berakhir.
Asosiasi Bahan Bangunan sudah hancur, Keluarga Susanto juga sudah hancur.
Dengan apa yang telah dia lakukan pada Ardika, Ardika pasti tidak akan
melepaskannya.
Bahkan Keluarga Mahasura di ibu kota provinsi juga tidak akan bisa
menyelamatkannya.
Dia tidak tahu identitas pasti Ardika, tetapi melihat kemampuan pemuda itu
menggerakkan prajurit pasukan khusus Kota Banyuli, tentu saja Keluarga Mahasura di ibu kota provinsi juga tidak mampu memprovokasi tokoh sehebat itu!
Penangkapan besar–besaran kali ini, Keluarga Mahasura di ibu kota provinsi yang
memiliki jaringan informasi luas saja sama sekali tidak memperoleh informasi apa
pun.
Ini adalah bukti betapa hebatnya pemuda di hadapannya ini!
Ardika mencibir dan berkata, “Beraninya kalian ingin menyakiti istriku, apa kamu
pikir aku akan melepaskanmu?”
Sekujur tubuh Budi langsung gemetaran, rasa benci dan penyesalan menyelimuti hatinya.
Keluarga Susanto bisa berakhir seperti ini karena Luna!
Ardika mengalihkan pandangannya dari Budi ke arah Jenny. “Jenny, sebelumnya kamu juga menyuruhku untuk berlutut?”
Sekujur tubuh Jenny langsung gemetaran, dia segera berlutut tanpa ragu.
+15 BONUS
Dengan menangis terisak–isak, dia berkata, “Ardika, aku tahu aku bersalah!”
“Diam kamu!” seru Ardika dengan dingin.
Saking terkejutnya, Jenny menutup mulutnya dengan rapat dan sama sekali tidak
berani mengeluarkan suara tangisan lagi.
Kemudian, Ardika mengalihkan pandangannya ke arah Dodi dan empat belas ketua
preman lainnya. “Kalian juga menyuruhku berlutut?”
Tanpa berani mengucapkan sepatah kata pun, lima belas ketua preman itu langsung
berlutut dengan serempak dan tampak gemetaran.
Dulu, mereka sama sekali tidak takut pada siapa pun.
Namun, saat ini mereka benar–benar tidak berdaya.
Menyaksikan pemandangan itu, Jinto dan Romi hanya bisa menggelengkan kepala
mereka dan merasa bersyukur. Mereka sudah mengambil keputusan yang tepat.
Beberapa saat yang lalu, lima belas orang ini adalah petinggi Asosiasi Bahan Bangunan yang terhormat.
Sekarang, mereka sudah berubah menjadi tahanan.
Mereka sudah ditakdirkan untuk memakan peluru.
Selain dianggap sebagai pelaku kriminal, begitu banyak anak buah mereka sudah
ditangkap, jadi sudah dapat dipastikan nyawa mereka akan melayang.
Untung saja, mereka berdua sudah mengenal Ardika terlebih dahulu. Kalau tidak,
mereka juga akan berakhir seperti ini.
Ardika.sudah memberi kesempatan kepada mereka untuk bertobat dan menjalani
kehidupan yang benar!
Ardika mengalihkan pandangannya dan menatap dua ribu orang tamu undangan di
bawah panggung.
Saat ini, bagaikan sosok dewa penentu nasib seseorang, dia berkata dengan dingin,”
Sebelumnya, kalian juga menyuruhku berlutut?”
+15 BONUS
Tidak tahu siapa yang memulai, satu per satu dari dua ribu orang itu mulai berlutut.
Selain segelintir orang masih berdiri, hampir dua ribu orang itu berlutut.
Baik penanggung jawab perusahaan maupun kepala keluarga kelas satu, saat ini
mereka sama sekali tidak berani berkutik di hadapan pemuda yang memegang
kekuasaan besar itu.
Arini juga berlutut di antara kerumunan dan tampak gemetaran.
Orang–orang sebanyak itu berlutut pada saat bersamaan adalah pemandangan yang sangat jarang terlihat!
Menyaksikan pemandangan ini, Adrian dan Derick tidak akan bisa melupakan kejadian ini seumur hidup mereka. Mereka merasa sangat bersyukur. Pada saat
bersamaan, mereka juga menatap Ardika dengan tatapan kagum.
Mereka merupakan artis terkenal yang memiliki jutaan penggemar. Namun, begitu
menyaksikan pemandangan ini, hati mereka juga terguncang.
Perasaan Ardika sama sekali tidak bergejolak, dia hanya berkata dengan acuh tak Content provided by NôvelDrama.Org.
acuh, “Sepertinya pergerakan kalian cukup cepat, langsung berlutut begitu saja.”
Orang–orang di bawah panggung menundukkan kepala mereka dengan malu.
Sebelumnya, demi menyanjung dan menyenangkan hati Budi, mereka hanya mengikuti orang–orang lain untuk memaksa Ardika berlutut.
Tadi, mereka semua menginjak–injak harga diri Ardika dan tidak ada seorang pun
yang memedulikan perasaan Ardika.
Sekarang, mereka sudah merasakan konsekuensinya.
Setelah membiarkan orang–orang itu berlutut selama satu menit, Ardika baru
berkata dengan dingin, “Selain anggota Asosiasi Bahan Bangunan, orang–orang
lainnya cepat keluar dari sini. Lalu, ingat, jaga mulut kalian, rahasiakan apa yang
kalian lihat hari ini!”
Begitu mendengar ucapan Ardika, para tamu undangan itu langsung lega. Mereka
segera bangkit dari lantai dan meninggalkan tempat itu dengan tertib tanpa
mengeluarkan suara sama sekali.