Menantu Pahlawan Negara

Bab 185



Bab 185 Minum Lebih Banyak

Luna dan Claudia menatap Kresna dengan tatapan terkejut sekaligus marah.

Mereka sama sekali tidak menyangka, di balik penampilan baik pria itu, ternyata

hatinya sangat keji!

Terutama Luna, dia merasakan amarah yang membara karena dipermainkan.

Dia langsung memukul meja dan bangkit, lalu bertanya dengan marah, “Pak Kresna,

apa maksudmu?!”

“Ya ampun, apa ucapanku masih nggak jelas? Bank Banyuli nggak akan

meminjamkan uang kepada Grup Agung Makmur. Sebelumnya Grup Agung Makmur

sudah meminjam 100 miliar dari Bank Banyuli. Kalian belum mengembalikan

pinjaman itu, ‘kan?”

Kresna sudah mabuk total, dia tidak bisa menyembunyikan pemikirannya lagi.

Dengan sorot mata mesum, dia mengamati wajah dan tubuh Luna. Kemudian, dia terkekeh dan berkata, “Hari ini kalau Nona Luna bersedia menemaniku tidur satu

malam, aku bisa mengambil keputusan untuk mengulur tenggat waktu baru

pengembalian pinjaman kalian.”

Saking kesal dan marahnya, Luna sudah hampir menangis.

Sebelumnya Tony dan Renaldi menginginkan tubuhnya, sekarang Kresna juga

menginginkan tubuhnya.

Para pria bajingan itu menggunakan berbagai trik keji untuk mengancamnya dan

mendapatkan tubuhnya.

“Mimpi saja kamu!” kata Luna sambil menggertakkan giginya.

Dia langsung mengambil mantelnya dan berencana untuk meninggalkan tempat ini.

Melihat pemandangan itu, amarah Kresna langsung meledak. Dia berkata dengan nada mengancam, “Luna, kamu berani menolak penawaranku?! Jangan pikir aku nggak tahu perputaran dana Grup Agung Makmur sudah macet total. Saat waktunya pengembalian uang tiba, maka Grup Agung Makmur akan hancur!”

Luna langsung berdiri mematung di tempat.

Kresna tertawa dengan bangga dan berkata, “Suruh suami pecundangmu ini keluar

dari sini! Kamu lanjut temani aku minum!”

Dia ingin membuat wanita arogan itu tunduk padanya, lalu menikmati tubuhnya.

“Karena kamu begitu suka minum, minum saja lebih banyak.”

Tiba-tiba, suara tawa dingin Ardika terdengar.

Sebelumnya, dia hanya berdiri tanpa ekspresi di sana sambil menuangkan

minuman keras ke dalam baskom dalam diam.

Saat ini, satu baskom itu sudah penuh dengan minuman keras.

Dia membawa satu baskom minuman keras itu dan berjalan menghampiri Kresna.

“Apa maumu?!”

‘Gawat!’ seru Kresna, lalu dia langsung refleks berdiri.

“Krak!”

Ardika menendang betis Kresna sampai-sampai pria itu terjatuh berlutut di lantai.

Rasa sakit luar biasa yang menjalar di kakinya membuatnya berteriak dengan

mengenaskan.

Saat Kresna masih berteriak dengan menyedihkan, Ardika mengulurkan lengannya

dan menekan pipi pria itu sampai terbuka lebar.

Kemudian, dia langsung menuangkan satu baskom minuman keras itu ke dalamCòntens bel0ngs to Nô(v)elDr/a/ma.Org

mulut Kresna.

Seperti air terjun yang mengalir, cairan minuman keras itu mengalir ke dalam mulut

Kresna.

“Ah….”

Aura panas yang menjalar di lambungnya membuatnya merasa seolah lambungnya

sudah terbakar.

Merasakan sensasi panas itu, teriakan menyedihkan Kresna terus menggema di seluruh ruangan.

Dia berusaha meronta, tetapi dia tetap tidak bisa terlepas dari cengkeraman Ardika. Sebaliknya cairan minuman keras itu malah mengalir mengenai matanya, sehingga membuat teriakannya makin keras.

Setelah satu baskom minuman keras itu masuk ke dalam tubuhnya, Kresna

langsung tergeletak di lantai.

Tubuh pria mesum itu sedikit bergetar, cairan minuman keras bercampur darah mengalir keluar dari bibirnya. Sepertinya lambungnya sudah mengalami pendarahan.

Detik berikutnya, Kresna langsung koma.

Ini adalah konsekuensi yang harus diterimanya karena sudah memprovokasi Luna!

Setelah “membereskan” Kresna, Ardika menarik rambut dua petinggi Bank Banyuli lainnya, lalu melemparkan mereka ke atas meja. Dia juga melakukan hal yang sama. pada kedua orang itu.

Dari awal hingga akhir, Ardika tidak mengucapkan sepatah kata pun, tetapi ekspresinya sangat dingin dan menakutkan.

Saat menatap pria itu, sorot mata Claudia dipenuhi dengan ketakutan.

Sebaliknya, Luna yang sudah mengalami hal serupa beberapa kali sudah terbiasa.

“Ardika, hentikan! Kamu bisa membunuh mereka!”

Dia segera maju untuk menarik Ardika.

“Kalau pria bajingan seperti mereka mati, juga nggak masalah.”

Setelah “membereskan dua pria bajingan lainnya, melihat Luna yang sudah dalam kondisi mabuk berat dan terhuyung-huyung, Ardika langsung menggendongnya.

dan meninggalkan ruangan itu.

“Ayo, kita pulang.”

Tidak tahu apakah karena pengaruh alkohol atau karena malu, wajah dan telinga

Luna tampak memerah.

Namun, berada dalam pelukan pria ini, dia merasa sangat aman dan nyaman. Detik berikutnya, dia memejamkan matanya dengan tenang.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.